Wednesday, August 13, 2014

Kisah Sukses Aceng Kodir dengan Bisnis Singkong Crispy


Satu lagi pengusaha suskses yang memaksimalkan potensi di lingkungan sekitarnya yang notabene banyak orang menganggap remeh, yaitu singkong. Nama pengusaha tersebut adalah Aceng, tapi ini Aceng kodir yang mempunyai Rumah Crispy sebagai tempat mengolah singkong/ubi kayu menjadi singkong crispy. Simak kisahnya di bawah ini, semoga menginspirasi.

Kalau Aceng yang ini bukan nama Bupati Garut yang sedang bermasalah. Aceng yang ini adalah profil pekerja keras yang berjuang dari bawah dan akhirnya sukses dalam wirausaha di bisnis ubi kayu atau singkong. Aceng Kodir menganggap singkong adalah jalan hidupnya. Jika dahulu singkong hanya dikenal sebagai makanan orang kampung, tidak demikian saat ini. Beragam makanan olahan berbahan dasar singkong justru disukai orang kota yang modern.

Seperti makanan olahan berbahan singkong yang diciptakan Aceng Kodir, warga Gang Pancatengah I, Batujajar Kabupaten Bandung Barat. Makanan olahan yang dia namai crispy singkong dan crispy konghui itu laku keras di pasaran. Bahkan, pria 42 tahun itu mampu meraup omzet tak kurang dari Rp 3 juta per hari dari penjualan kedua jenis makanan tersebut. Crispy singkong dan crispy konghui buatan Aceng merupakan makanan ringan. Crispy singkong berbahan dasar singkong, sementara crispy konghui merupakan perpaduan antara singkong dan hui (ubi, dalam bahasa Indonesia). Ubi yang dipilih adalah ubi berwarna ungu.

Rumah Crispy AcengDitemui dalam acara UKM di Kampus Unpad, Jalan Dipati Ukur, Bandung, pekan lalu, Aceng menuturkan jika bisnisnya sudah dimulai sejak tiga tahun lalu. Ketika itu, dia merasa prihatin terhadap petani singkong yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Meski bertahun-tahun menanam singkong, petani tidak pernah menikmati hasilnya lantaran harga jual singkong sangat murah, tak lebih dari Rp 400 per kilogram.

Saya berpikir bagaimana agar petani singkong tidak terpuruk, dan yang paling penting adalah agar mereka tetap semangat menanam singkong karena singkongnya terjual dengan harga wajar,” ujar Aceng. Aceng pun memutar otak. Tercetuslah ide membuat singkong crispy. Dengan modal Rp 200.000, ia membeli beberapa kilogram singkong dari tetangga. Tak ketinggalan, bahan untuk singkong crispy pun dibelinya, termasuk minyak goreng. Sementara alat untuk mengepres adonan singkong agar benar-benar tipis, digunakan alat pembuatan molen.

Aceng mengaku, ketika pertama kali membuat crispy singkong, dia tidak langsung menjualnya. Dia tawarkan produk buatannya itu kepada tetangga, dan belakangan ke Ketua RT, RW, Kepala Desa, Camat, sampai Bupati. Dari situlah, produknya dikenal dan disukai banyak orang. Akhirnya Aceng pun menjual crispy singkong buatannya.

Setelah Crispy Singkong banyak yang minat, Aceng membuat Crispy Konghui. Penganan tersebut terbuat dari singkong dan ubi ungu. Ubi didapatnya dari daerah Jawa Timur, namun belakangan dirinya membudidayakan ubi ungu di kampungnya.

Kedua makanan ringan buatan Aceng diterima pasar dengan baik. Bahkan pasarnya adalah wisatawan dalam maupun luar negeri. Kedua camilan itu pun dijual di Kartikasari dan Circle K. Sebungkus crispy singkong dijual Rp 19.000, sedangkan crispy konghui dibanderol Rp 20.000. Satu bungkus isi bersih 250 gram.

Sehari, Aceng bisa membuat 250 bungkus crispy singkong dan crispy konghui. Dia menjualnya Rp 12.500 per bungkus ke reseller, atau jika dihitung omzetnya Rp 3 juta per hari. Untuk peralatan, Aceng mengaku tidak kesulitan. Demikian pula bahan baku dan tenaga perajin. Areal perkebunan singkong terhampar luas di daerahnya. Aceng membeli singkong dari petani Rp 1.000 per kilogram. Sementara sejumlah tetangga menjadi pekerja pembuatan crispy singkong dan konghui buatannya, di rumah produksi bernama Rumah Crispy.

Kisah Sukses Sunarno, dari Pemulung menjadi Milyarder


Kisah Sukses Sunarno, dari Pemulung menjadi MilyarderBapak Sunarno namanya, ia adalah mantan pemulung yang sekarang menjadi orang kaya berkat ketekunannya menjalankan bisnis MLM Forever Young Indonesia. Dulu ia mencari nafkah dengan mengais-ngais sampah. Kini ia jadi jutawan MLM karena mensukseskan orang lain.

Jangan sekali-kali meremehkan profesi seorang pemulung. Lewat bisnis MLM nya, pemulung ini bisa jadi jutawan. Setidaknya begitulah yang dialami Sunarno. “Saya sendiri tidak membayangkan, setelah menemukan usaha ini ternyata kok lebih cepat daripada rekan-rekan yang lebih mapan dan berpendidikan,” tutur pria kelahiran Solo, 5 Agustus 1961 ini. Tentunya berkat satu hal. Kerja Keras.

Prestasi yang diraihnya memang paling cepat dibanding yang lain. Hanya dalam kurun 27 bulan, ia berhasil menempati peringkat Senior Network Director, posisi tertinggi di Forever Young MLM. Jaringannya kini sudah lebih dari 100 ribu orang, tersebar di seluruh Indonesia. Seiring dengan itu, penghasilan di atas Rp15 juta per bulan, sepeda motor, mobil, rumah, dan berbagai bonus wisata ke luar negeri telah dinikmatinya.

Lantaran lahir dari keluarga miskin, Sunarno hanya bisa menamatkan SD. Lebih prihatin lagi, sejak kecil ia sudah yatim piatu. Terpaksa ikut orang ke beberapa kota, jadi kacung untuk sekedar bisa hidup. Tapi itu tidak lama dilakoni. Ketika kembali ke Solo, akhirnya ia memilih profesi pemulung. Kok jadi pemulung? “Saya bosan jadi kacung yang selalu disuruh-suruh orang. Jiwa saya ingin kebebasan,” jawabnya.

Tinggal di daerah kumuh yang berjarak 500 meter dari tempat pembuangan sampah. Pekerjaannya mengais-ngais sampah, mengumpulkan barang bekas. Plastik dan kardus jadi incarannya. Setiap hari ia bersama teman-teman menanti datangnya truk sampah. Begitu mobil pembawa rejeki tiba, mereka berlarian mendekat, lalu berebut barang-barang bekas – siapa cepat, dia dapat. “Apalagi yang namanya balung (tulang sapi). Itu ibarat emas bagi kami. Nilainya tinggi kalau dijual,” jelas ayah dua anak ini.

Ia sendiri pernah merasa amat bahagia sewaktu mendapatkan bonggol kubil (kol). Soalnya “benda berharga” itu didapatnya setelah mengalahkan beberapa saingan. Lewat “kompetisi” yang ketat ia berhasil mendapatkannya. “Hati saya bangga dan puas karena itu suatu prestasi,” katanya tersenyum. Ada satu hal lagi yang membahagiakan hatinya, yaitu saat menyetel radio tatkala masih hidup di kolong jembatan.“Sayangnya tak terkira, sama bahagiannya dengan orang naik Mercy atau Volvo,” tambah ayah tiga anak ini.

Sinar terang perubahan hidup mulai tampak pada 1994, ketika tetangganya memperkanalkan bisnis MLM. Hampir tiap hari tetangga sebelah bercerita, walau kadang-kadang ia tidak menangkap maksudnya. Maklum cuma lulusan SD. Jangankan ngerti, untuk hafal nama MLM yang berbahasa Inggris itu saja susah banget. “Seminggu belum hafal,” katanya tertawa. “Tadinya saya nggak mikirin. Tapi lantaran sering dengar dan lihat, lama-lama hafal juga.”

Kuncinya Yakin

Setelah belajar dan ditempa dalam berbagai training dan seminar, dalam hatinya timbul keyakinan. Mulailah ia menjalani bisnis MLM sepenuh hati. Pagi hari, sesuai profesi, ia cari barang-barang bekas. Siangnya, setelah
mandi, pergi memprospek orang.

Di usaha apa saja pasti ada tantangan. Sunarno pun begitu. Dibilang ngeyel atau mimpi, itu masih halus. Soalnya, ada yang mencercanya bagai cicak makan tiang. Namun itu tidak mengecilkan hatinya, sebab sejak kecil ia sudah terbiasa dengan kompetisi dan tantangan. “Itulah yang mendorong saya untuk maju. Orang gagal itu biasanya engga mau menghadapi tantangan. Kalau engga siap mental, yang paling mudah dilakukan adalah berhenti,” kata pria yang gemar bertani ini.

Menurut Sunarno, kunci keberhasilannya hanya satu: keyakinan. Sebab keyakinan itu seakan-akan kenyataan. Ia tumbuh dari penguasaan materi dan belajar dari orang-orang sukses. Bila ingin sukses, bergabunglah dengan orang-orang sukses, minimal ketularan. Motivasinya dalam berusahan sederhana saja: kalau orang lain bisa, kenapa saya tidak bisa. Pasti bisa!

Lucunya, dulu karena tinggal di tempat kumuh, sebagian orang belum mau menerima ajakannya. “Kalau kamu berhasil, baru saya mau ikut,” kata mereka. Namun setelah berhasil, Sunarno menagih janji. Mereka menjawab, “Lha iya, terang saja Pak Narno sekarang sudah berhasil kok.” Jadi lagi-lagi saya yang disalahkan,“ katanya sembari tertawa kecil. “Itu soal mental. Semua itu kembali ke pribadi masing-masing.”

Bila teringat kehidupan masa lalu, Sunarno masih diliputi rasa haru. Jadi ketika dapat fasilitas rumah dari MLM, Sunarno sengaja memilih di Mojosongo, daerah yang ia huni dulu agar tidak lupa pada sejarah. Tapi bila dulu orang meremehkannya, sekarang lain, “Kalau lingkungan butuh sesuatu, saya yang lebih dulu dimintai sumbangan,” ujarnya.

Kesan dan Pesan

Kehidupan itu, menurut Sunarno, ibarat tiada gelombang yang indah tanpa menerjang karang. Banyak orang mendambakan hidup aman, damai, tenteranm, bahagia dan sejahtera. Hidup seperti ini ideal sekali. “Bagi saya hidup itu sederhana saja, minimal kita punya cita-cita, yaitu sukses dalam segala bidang. Tapi untuk itu diperlukan tindakan, rencana, tujuan, komitmen, keyakinan, mengenal diri, dan cinta. Itu semua merupakan mata rantai yang tak terpisahkan.”

Sebelum berpisah, ia berpesan kepada rekan-rekan dalam jaringannya dan untuk semua orang pada umumnya agar tidak gampang menyerah, siap dikritik, semangat menyala-nyala, selalu berjuang, rela berkorban, dan berdoa. “Beranilah mengambil keputusan, karena keputusan itulah langkah awal sukses.”

Kesimpulan

Dari kisah hidup pak sunarno ini saya bisa mendapat pelajaran yg berharga.bahwa untuk meraih sesuatu yg kita harap kan kita harus terus berjuang untuk meraih apa yang kita ingin kan dan bahwa kita harus juga mengingat roda kehidupan itu juga berputar.

Kisah Sukses Fauzan dari Kaos Khas Medan


Kaos Khas MedanRaup Omzet Hingga Rp. 70 Juta/Bln dari Kaos Khas Medan

Kehidupan masyarakat yang semakin konsumtif, termasuk dalam memilih pakaian membuat prospek bisnis konveksi semakin manis. Namun, dibutuhkan kreatifitas lebih agar produk yang dihasilkan dapat memenangkan pasar pakaian yang menyajikan kompetisi yang cukup panas.

Melihat manisnya prospek bisnis konveksi, memunculkan ide bagi Fauzan (35) bersama dua rekannya Muklis dan Zulkarnaen untuk terjun ke usaha T-Shirt. Ingin tampil beda dari yang lain, desain khas Kota Medan lah yang dipilih sebagai andalan mereka. Baru dua bulan berjalan, kaos rasa Medan dengan merek dagang “Kaos Medan Bah” ini pun telah beromzetnya mencapai Rp70 juta per bulan dari pengeluaran untuk modal hanya Rp40 juta.

Kaos rasa Medan ini pun kini sudah dikenal hingga ke Bandung, Surabaya, Jakarta, Kalimantan, Semarang, Aceh dan Lampung, melalui media promosi dari mulut ke mulut dan internet, maupun
brosur.

“Medan kan belum punya souvenir khusus kaos seperti Bandung dan Jogja, kalaupun ada belum semua orang bisa dapat. Medan kan punya potensi dari karakter bahasa yang khas dan unik, kami tergerak untuk memantapkan dan membuat T-Shirt dengan rasa Medan ini,” ujarnya saat Okezone berkunjung ke gerai tokonya di Jalan Abdullah Lubis, depan Masjid Al-Jihad, Medan, belum lama ini.

Fauzan mengaku, saat ini sudah terdapat 20 jenis lebih kaos dengan gambar maupun tulisan yang khas Medan. Di antaranya desain tulisan Mantap Krina, Medan Heritage, Horas, Ku Tungggu Ko Balek Medan, Cocok Kam rasa, Kreak Tapi Aktif, Kombur Molotop, Ini Medan Lae dan desain lainnya yang tidak kalah unik.

“Alhamdulillah, dua bulan berjalan, responsnya luar biasa, bahkan terkadang kita kewalahan karena stok ukuran yang tersedia habis,” katanya.

Fauzan pun berharap, hasil tangan kreatifnya tersebut bisa menjadi ikon Kota Medan, seperti makanan khas Bika Ambon dan lainnya. Untuk menjaga kualitas tetap terjaga, saat ini proses pembuatan masih dipesan dari Bandung langsung, dengan alasan bila dicetak di lokal, maka hasilnya kurang memuaskan.

Kemudian, guna menjaga ciri khas bahwa karya tersebut adalah hasil buatannya, maka hak paten akan segera dibuat. “Nah, masalah hak paten itu kan biasanya per item nama, jadi sepertinya untuk awal logo terlebih dahulu yang di patenkan dan itu akan secepatnya,” imbuhnya.

Selain T-Shirt, stiker, gantungan kunci juga sudah dibuat. Ke depan akan dibuat kembali, T-Shirt yang bisa dinikmati oleh anak-anak. Untuk harga kaosnya sendiri saat ini per item di banderol Rp80 ribu. “Untuk penjualan bisa dilakukan langsung maupun via internet dari Facebook dan website,” tandasnya.

Kisah Eddy W. Santoso Sukses dengan Berbisnis Jamur




Kisah Eddy W. Santoso Sukses dengan Berbisnis JamurSukses dengan berbisnis jamur tentu bukan hanya isapan jempol belaka. Semua orang memiliki peluang yang sama untuk bisa meraih sukses melalui bisnis jamur. Salah satunya yaitu Ir. Eddy W. Santoso yang sukses membangun PT. Teras Desa Intidaya untuk membudidayakan jamur lingzhi, hiratake, shiitake, hon shimeiji, jamur tiram, jamur kuping, maitake, dan enoki.

Memulai usaha budidaya jamur di saat krisis moneter terjadi, tentu bukan perkara mudah bagi seorang Eddy W. Santoso. Pada awalnya lelaki lulusan Teknik ITB ini tidak tertarik untuk terjun menekuni bisnis budidaya jamur. Beliau lebih berminat menekuni bisnis komputer sebagai peluang usaha yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Namun sayang, perjalanan bisnis komputer yang telah dijalankannya selama 15 tahun ini harus gulung tikar diterjang badai krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997.

Kegagalannya dalam menjalankan bisnis komputer membuat Eddy harus berpikir keras dan berusaha bangkit dari keterpurukan yang sedang Ia alami. Saat itu permintaan komputer nyaris terhenti, sehingga Ia harus mencari peluang bisnis baru yang lebih menjanjikan di tahun-tahun yang akan datang.

Sejak kejadian tersebut, setiap harinya Eddy melakukan riset pasar dan belajar dari para pengusaha sukses yang ada di sekitarnya. Dan setelah melakukan pengamatan yang cukup lama, Eddy pun menjatuhkan pilihannya untuk menekuni bisnis jamur sebagai usaha barunya. Peluang tersebut diambil Eddy karena pada dasarnya tanaman jamur cukup mudah untuk dibudidayakan, terutama di daerah dingin seperti Jawa Barat. Selain itu kandungan gizi pada jamur juga cukup tinggi, sehingga peluang pasarnya pun masih sangat terbuka lebar.

Setelah tiga tahun menjalankan bisnis budidaya jamur, Eddy semakin optimis bahwa dirinya tidak salah memilih peluang bisnis. Pasalnya dari tahun ke tahun, permintaan pasar jamur semakin menunjukan peningkatan yang cukup tajam. Bahkan bisnis jamur yang dikembangkan Eddy belum bisa mencukupi permintaan jamur di sekitar kota Bandung dan Jakarta.

Melihat permintaan jamur (terutama jamur hiratake dan jamur lingzhi) yang terus meningkat, Eddy pun mengembangkan bisnisnya dengan memanfaatkan kurang lebih 1 hektar lahan yang ada di Lembang untuk membudidayakan jamur. Tidak hanya itu saja, Eddy pun menggandeng para pemuda pengangguran di sekitar lokasi tersebut untuk diberikan pelatihan budidaya jamur sebelum mereka direkrut sebagai karyawan PT. Teras Desa Intidaya. Bahkan kesuksesan bisnis jamur Eddy tidak berhenti sampai disitu, untuk memperluas bisnis jamurnya Ia pun menjalin kerjasama dengan beberapa petani plasma guna mencukupi permintaan pasar jamur obat yang terus meningkat.

Kini di tengah kesuksesannya menjalankan bisnis budidaya jamur, Eddy tidak pernah lelah untuk berusaha memberikan nilai lebih kepada masyarakat sekitar dengan mengenalkan macam-macam jamur dan manfaatnya bagi para konsumen. Selain itu Eddy juga berharap, agar masyarakat Indonesia mulai mengembangkan bisnis jamur karena potensi pasar lokal maupun internasional masih sangat terbuka lebar.

Semoga kisah sukses pengusaha jamur ini bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca, khususnya para pemula yang tertarik menekuni bisnis jamur. Ingat, selalu ada peluang bagi siapa saja yang mau tekun dan terus berusaha. Mulai dari yang kecil, mulai dari yang mudah, mulai dari sekarang. Ayo berbisnis jamur !!!

Kisah Sukses Nursalim dengan Bisnis Budidaya Semangka


Kisah Sukses Nursalim dengan Bisnis Budidaya SemangkaDengan Modal pengalaman menanam semangka pertama yang sukses itu mendorong ia tak melirik bidang lain. Bangku kuliah ia “selesaikan” hanya dengan dua tahun. Sejak itu, ia seperti bersumpah untuk memusuhi kemiskinan dan ingin membalas budi orang tuanya yang telah ia “tipu”. “Saya merasa berutang kepada orang tua. Untungnya, orang tua saya bangga ketika saya berhasil mandiri dengan bertani semangka ini. Dan, walaupun terlambat, akhirnya saya jadi sarjana juga,” kata lulusan Stisipol Darma Wacana Metro itu.

Saya ini gagal kuliah dulu karena orang tua saya miskin. Karena saya tahu orang tua saya tidak akan mampu membiayai kuliah, saya justru nekat menyelewengkan uang kuliah dan uang indekos yang diberikan ibu saya,” kata dia.Bapak tiga anak ini menceritakan saat kuliah di FMIPA Unila tahun 1989, ia sedih jika pulang kampung. Sebab, pasti akan menyusahkan orang tuanya, yakni ibunya mencari utangan uang panas untuk membayar kuliah.”Begitu dapat uang kuliah dan uang indekos dari ibu yang hasil pinjaman, saya dapat ide nekat. Akhirnya, saya cuti kuliah dan uang itu saya pakai untuk modal menanam semangka di kampung. Alhamdulillah, ternyata semangkanya jadi dan dapat untung cukup besar. Itulah yang membuat saya cuti kuliahnya kebablasan, hahaha…,”

Meskipun demikian, perjalanan bertani dan berdagang komoditas hortikulturanya tidak semulus seperti yang dibayangkan. Ia sempat bangkrut hingga menyisakan satu unit sepeda ontel sebagai harta terakhirnya. Itu terjadi saat ia sudah menikahi Wasri dan diamanahi satu anak dan tinggal bersama mertua.Namun, tampaknya jiwa berani Nursalim memang teruji. Sepeda satu-satunya itu ia jual untuk modal menanam jagung. Modal terakhir itu pun jeblok sehingga “lunas”-lah semua yang pernah ia miliki.Kebangkitan kembali Nursalim adalah ketika ada teman kuliah yang memberi kepercayaan berbisnis semangka lagi. Dengan ketekunan dan ketelatenan, usaha anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Muchlasin dan Waginem itu mulai tumbuh. Selain menanam semangka dengan cara menyewa lahan sela musim tanaman padi, ia berhasil memupuk keuntungan.

Sukses Nursalim dengan Bisnis Budidaya SemangkaNursalim selalu ingin memperbaiki kualitas semangka yang ia tanam. Berbagai teknologi terbaru ia buru sampai ke sumber-sumber yang semula tidak pernah ia bayangkan. “Saya belajar teknologi tanam semangka nonbiji dengan sistem pengairan menggunakan selang ini dari Malaysia. Juga mengamati perkembangan dan pertumbuhan tanaman secara saksama dipadu dengan tata cara yang standar. Artinya, saya belajar dari buku, guru ilmiah, dan juga dari pengalaman di lapangan dan terjun langsung,” kata dia.

Soal pasar, politisi PKS ini sudah mengenali sejak mulai berbisnis semangka. Sambil menjual hasil panen dari lahan yang ia kelola, ia juga membeli semangka petani lain, menimbang sendiri, memuatnya ke truk, mengawal ke Jakarta, lalu menggelar lapak untuk dijual eceran. Jika sedang jeblok, kata dia, jualan di Jakarta bisa sampai satu bulan. Itu pun rugi. “Pesan ibu saya, jadi orang itu harus prigel. Prigel itu artinya bekerja rajin, tidakkenal lelah, dan kreatif. Katanya, orang prigel itu bisa mengalahkan orang pinter, haha…”Kini, ia sudah melewati periode-periode berat dalam berbisnis di bidang agro. Usaha hortikultura, terutama semangka, cukup untuk membiayai hidup keluarga dan kegiatan lainnya di luar.

Setidaknya, setiap bulan ia panen atau tidak panen semangka seluas 30 hektare. “Saya katakan panen atau tidak panen, karena tidak setiap menanam pasti sukses. Ya, namanya usaha, kadang berhasil kadang gagal. Tetapi catatan saya, menanam semangka ini, misalnya tiga kali gagal, satu kali panen dengan harga bagus, masih dapat untung,” kata dia.Untuk mendukung usaha yang sarat modal dan sarana, Nursalim mendirikan UD Salim Mandiri. Perusahaan dagang ini bergerak dalam penyediaan alat dan sarana pertanian, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan tanaman semangka. Omzetnya? “Ya, adalah Rp5 M setahun.” Kalau aset? “Kalau yang itu, rahasia, hehehe..,” kata dia.

Dari usahanya ini, Nursalim kini bisa mengawasi lahan semangka yang kebanyakan di wilayah Tulangbawang dengan tenang. Saat ke kantor DPRD, ia tampil klimis dengan Honda CRV hitam yang dihela seorang sopir. Saat “ngantor” ke ladang, ia tampil siap turun ke lumpur dengan Daihatsu Feroza-nya. Ia mengaku bisnis agro ini masih berpeluang besar. Ia mengaku sudah menularkan ilmu dan modalnya, juga memberdayakan sembilan kelompok tani semangka di daerahnya. “Terakhir, saya bersama sembilan kelompok tani itu baru menandatangani kontrak ekspor semangka ke Dubai, Uni Emirat Arab, dan ke Singapura. Kontraknya, 25 ton atau satu kontainer setiap pekan. Insya Allah dapat kami penuhi,”

Soal harga, pria murah senyum dengan cukuran cepak ini tak khawatir. Harga pasaran di lahan saat ini, kata dia, sekitar Rp2.200 per kilogram. Produk setiap hektare saat panen bagus mencapai 30 ton. Pedagang akan datang ke lahan untuk dibawa ke pasar-pasar di Pulau Jawa, Palembang, Jambi, dan lokal Lampung. “Kalau sudah ekspor nanti, insya Allah kami dapat harga yang lebih bagus dan tidak fluktuatif karena sudah terikat kontrak,” ujar Nursalim.

Kisah Sukses Nursalim dengan Bisnis Budidaya Semangka


Kisah Sukses Nursalim dengan Bisnis Budidaya SemangkaDengan Modal pengalaman menanam semangka pertama yang sukses itu mendorong ia tak melirik bidang lain. Bangku kuliah ia “selesaikan” hanya dengan dua tahun. Sejak itu, ia seperti bersumpah untuk memusuhi kemiskinan dan ingin membalas budi orang tuanya yang telah ia “tipu”. “Saya merasa berutang kepada orang tua. Untungnya, orang tua saya bangga ketika saya berhasil mandiri dengan bertani semangka ini. Dan, walaupun terlambat, akhirnya saya jadi sarjana juga,” kata lulusan Stisipol Darma Wacana Metro itu.
Saya ini gagal kuliah dulu karena orang tua saya miskin. Karena saya tahu orang tua saya tidak akan mampu membiayai kuliah, saya justru nekat menyelewengkan uang kuliah dan uang indekos yang diberikan ibu saya,” kata dia.Bapak tiga anak ini menceritakan saat kuliah di FMIPA Unila tahun 1989, ia sedih jika pulang kampung. Sebab, pasti akan menyusahkan orang tuanya, yakni ibunya mencari utangan uang panas untuk membayar kuliah.”Begitu dapat uang kuliah dan uang indekos dari ibu yang hasil pinjaman, saya dapat ide nekat. Akhirnya, saya cuti kuliah dan uang itu saya pakai untuk modal menanam semangka di kampung. Alhamdulillah, ternyata semangkanya jadi dan dapat untung cukup besar. Itulah yang membuat saya cuti kuliahnya kebablasan, hahaha…,”
Meskipun demikian, perjalanan bertani dan berdagang komoditas hortikulturanya tidak semulus seperti yang dibayangkan. Ia sempat bangkrut hingga menyisakan satu unit sepeda ontel sebagai harta terakhirnya. Itu terjadi saat ia sudah menikahi Wasri dan diamanahi satu anak dan tinggal bersama mertua.Namun, tampaknya jiwa berani Nursalim memang teruji. Sepeda satu-satunya itu ia jual untuk modal menanam jagung. Modal terakhir itu pun jeblok sehingga “lunas”-lah semua yang pernah ia miliki.Kebangkitan kembali Nursalim adalah ketika ada teman kuliah yang memberi kepercayaan berbisnis semangka lagi. Dengan ketekunan dan ketelatenan, usaha anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Muchlasin dan Waginem itu mulai tumbuh. Selain menanam semangka dengan cara menyewa lahan sela musim tanaman padi, ia berhasil memupuk keuntungan.
Sukses Nursalim dengan Bisnis Budidaya SemangkaNursalim selalu ingin memperbaiki kualitas semangka yang ia tanam. Berbagai teknologi terbaru ia buru sampai ke sumber-sumber yang semula tidak pernah ia bayangkan. “Saya belajar teknologi tanam semangka nonbiji dengan sistem pengairan menggunakan selang ini dari Malaysia. Juga mengamati perkembangan dan pertumbuhan tanaman secara saksama dipadu dengan tata cara yang standar. Artinya, saya belajar dari buku, guru ilmiah, dan juga dari pengalaman di lapangan dan terjun langsung,” kata dia.
Soal pasar, politisi PKS ini sudah mengenali sejak mulai berbisnis semangka. Sambil menjual hasil panen dari lahan yang ia kelola, ia juga membeli semangka petani lain, menimbang sendiri, memuatnya ke truk, mengawal ke Jakarta, lalu menggelar lapak untuk dijual eceran. Jika sedang jeblok, kata dia, jualan di Jakarta bisa sampai satu bulan. Itu pun rugi. “Pesan ibu saya, jadi orang itu harus prigel. Prigel itu artinya bekerja rajin, tidakkenal lelah, dan kreatif. Katanya, orang prigel itu bisa mengalahkan orang pinter, haha…”Kini, ia sudah melewati periode-periode berat dalam berbisnis di bidang agro. Usaha hortikultura, terutama semangka, cukup untuk membiayai hidup keluarga dan kegiatan lainnya di luar.
Setidaknya, setiap bulan ia panen atau tidak panen semangka seluas 30 hektare. “Saya katakan panen atau tidak panen, karena tidak setiap menanam pasti sukses. Ya, namanya usaha, kadang berhasil kadang gagal. Tetapi catatan saya, menanam semangka ini, misalnya tiga kali gagal, satu kali panen dengan harga bagus, masih dapat untung,” kata dia.Untuk mendukung usaha yang sarat modal dan sarana, Nursalim mendirikan UD Salim Mandiri. Perusahaan dagang ini bergerak dalam penyediaan alat dan sarana pertanian, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan tanaman semangka. Omzetnya? “Ya, adalah Rp5 M setahun.” Kalau aset? “Kalau yang itu, rahasia, hehehe..,” kata dia.
Dari usahanya ini, Nursalim kini bisa mengawasi lahan semangka yang kebanyakan di wilayah Tulangbawang dengan tenang. Saat ke kantor DPRD, ia tampil klimis dengan Honda CRV hitam yang dihela seorang sopir. Saat “ngantor” ke ladang, ia tampil siap turun ke lumpur dengan Daihatsu Feroza-nya. Ia mengaku bisnis agro ini masih berpeluang besar. Ia mengaku sudah menularkan ilmu dan modalnya, juga memberdayakan sembilan kelompok tani semangka di daerahnya. “Terakhir, saya bersama sembilan kelompok tani itu baru menandatangani kontrak ekspor semangka ke Dubai, Uni Emirat Arab, dan ke Singapura. Kontraknya, 25 ton atau satu kontainer setiap pekan. Insya Allah dapat kami penuhi,”
Soal harga, pria murah senyum dengan cukuran cepak ini tak khawatir. Harga pasaran di lahan saat ini, kata dia, sekitar Rp2.200 per kilogram. Produk setiap hektare saat panen bagus mencapai 30 ton. Pedagang akan datang ke lahan untuk dibawa ke pasar-pasar di Pulau Jawa, Palembang, Jambi, dan lokal Lampung. “Kalau sudah ekspor nanti, insya Allah kami dapat harga yang lebih bagus dan tidak fluktuatif karena sudah terikat kontrak,” ujar Nursalim.
- See more at: http://kisahsukses.info/kisah-sukses-nursalim-dengan-bisnis-budidaya-semangka.html#sthash.rnlUrDqi.dpuf

Kisah Sukses Rohmat Sastro Sugito Ciptakan Soto Jamur Instan ‘Sotoji’

Kisah Sukses Rohmat Sastro Sugito Ciptakan Soto Jamur Instan SotojiIde Kreatifnya Sukses Ciptakan Soto Jamur Instan ‘Sotoji’
SIAPA yang tak tahu Soto! Makanan Indonesia yang banyak dijual di restoran, kedai, cafe, hingga di warung kaki lima. Rasanya yang menggiurkan dan enak disantap dikala hujan. Bisa Anda bayangkan, bila soto dijual dalam kemasan seperti mi instan yang sudah familiar di masyarakat.
Adalah Rohmat Sastro Sugito yang menjadi ahli dalam membuat dan meracik soto instan. Berbekal keinginan menyajikan makanan siap saji, namun tetap kaya gizi, terpikirlah membuat penganan tersebut.

“Awalnya banyak petani jamur. Nah, kalau sedang panen harganya kan jadi murah. Kalau diolah harganya jadi stabil,” katanya saat berbincang dengan Okezone beberapa waktu lalu.
Dari awalnya iseng coba-coba membuat menu dari berbagai macam jenis jamur yang ada, saat ini dia mengaku sudah mematenkan makanan yang dibuatnya yaitu “Sotoji” atau Soto Jamur Instan. Menurutnya, rasa jamur tiram-lah yang mampu diterima pasar dan enak untuk dijadikan olehan Sotoji-nya.

“Sebelumnya sempat dicoba segala jenis jamur, ada tiram, kancing, akhirnya setelah dipertimbangkan yang paling bisa diterima pasar adalah jamur tiram,” akunya.
Saat ini, usahanya ini telah menjadi sebuah perusahaan kecil dengan nama PT Tri Rastra Sukses Sejahtera. Meski diakuinya perusahaan ini masih dalam bentuk skala kecil, yang hanya memproduksi 40 dus setiap harinya, namun dia menargetkan dalam waktu dekat bisa memproduksi lima kali lipat.
“Sehari 40 dus, satu dus isi 20 pieces. masih skala kecil karena terbatas di mesin,” akunya.
Untuk memulai usaha, tentunya membutuhkan modal yang tidak sedikit. Saat disinggung berapa modal yang digunakan untuk memulai usaha yang masih tergolong hijau ini, dia enggan menyebut angka pasti. “Yang jelas, modalnya seharga satu unit mobil kijang,” katanya berkelakar.
Dalam waktu dekat, perusahaan akan segera mendatangkan mesin baru yang berasal dari Malang, Jawa Timur. Dengan datangnya mesin baru tersebut, dipastikan produksi akan bertambah menjadi sekira 500 dus per hari. Karena menurutnya, jumlah optimal yang seharusnya diproduksi adalah sekira 100 dus per hari.

“Mesin dari Malang, pokoknya produknya, semuanya dari Indonesia,” akunya mantap.

Keuntungan Sotoji

Berbicara modal, tentunya tidak terlepas dari berapa pundi-pundi yang dikantongi. Dengan rendah hati dia memastikan, setahun pertama belum ada keuntungan fantastis yang bisa diraihnya. Sebab, usahanya ini masih tergolong muda dan masih perlu banyak waktu untuk semakin maju.
Saat ini, per dus sotoji di jual seharga Rp50 ribu. Dalam sehari, perusahaan baru memproduksi 40 dus dan rencanannya akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan. Jadi jika dikalkulasikan, pendapatan per hari Rp2 juta atau jika dihitung dalam satu bulan bisa meraup pendapatan Rp60 juta.
“Namun tahun pertama belum untung. Masih dalam tahap ekspansi pasar,” elaknya.

Franchise
Usaha yang digelutinya ini diakuinya akan dibuat sistem waralaba. Bentuk waralabanya ini juga masih dalam proses pengembangan. Dalam kedai-kedai yang sudah dimilikinya saat ini, selain dijual Sotoji kemasan, juga dijual yang sudah siap makan. Hal ini menjadi salah satu cara pemasaran Sotoji. Sebab, belum banyak yang menjual Sotoji kemasan. Karena, Sotoji baru bisa diperoleh di beberapa toko kecil.

Untuk lokasi kedainya juga baru berada di kawasan Depok. Dan dia berencana akan terus berekspansi ke pasar lokal yang menurutnya memiliki banyak peluang. “Masuk pasar luar memungkinkan kenapa tidak. Tapi fokus di pasar Indonesia karena saat ini kemungkinan terbuka masih sangat luas,” katanya lagi.

Berbicara produk tidak terlepas dari bagaimana cara pemasaran yang baik agar produk tersebut cepat dikenal oleh masyarakat. Rahmat memiliki cara unik dan jitu dalam memasarkan Sotojinya. Bagaimana caranya?

“Gerakan pertama lomba blog, menggunakan ranah online. Hal itu dilakukan karena terbatas dana. Mereka (peserta lomba) membuat blog segala hal mengenai Sotoji,” tutupnya

Kisah Sukses Prita Widyaputri dengan Bisnis Fashion


Kisah Sukses Prita Widyaputri dengan Bisnis FashionSuatu siang di bulan Mei, femina mengundang 25 finalis lomba Wanita Wirausaha Mandiri & Femina untuk melakukan presentasi business plan di hadapan dewan juri. Mengenakan baju hitam lengan panjang, body pants biru, sneakers, dan topi hitam bling-bling, Prita Widyaputri (29) tampak percaya diri memaparkan bisnis saat ini dan rencananya untuk mengembangkan usahanya. Padahal, ia sedang sakit. “Nak, saya bangga, kamu masih muda dan sangat berbakat,” puji Anne Avantie, desainer sekaligus salah satu juri lomba. Lewat clothing line dan aksesori berlabel Nefertiti, Prita merebut gelar Pemenang III Lomba Wanita Wirausaha Mandiri & Femina 2012.

Kalahkan Rasa Takut

Mimpi adalah kunci untuk menaklukkan dunia. Kita sudah sering mendengar kalimat dari Andrea Hirata ini, baik dalam novel Laskar Pelangi maupun soundtrack filmnya. Nyatanya, kalimat sakti inilah yang dipercaya Prita untuk memulai bisnisnya. Ia tak berhenti bermimpi, hingga berhasil menaklukan ‘dunia’ yang diimpikannya sejak kecil: bisnis fashion.

Prita kecil jatuh cinta pada segala hal yang berbau seni. Pada masa sekolah, ia tak pernah absen mengikuti ekstrakurikuler yang berhubungan dengan desain. “Saya tidak pernah kepikiran ikut Paskibra atau kelompok pecinta alam. Tapi kalau soal desain, jangan ditanya! Saat lulus SMA, saya diterima di Universitas Indonesia untuk jurusan, psikologi dan seni rupa di Institut Teknologi Bandung(ITB).
Uniknya, meski passion-nya di bidang seni begitu meluap, Prita justru memilih jurusan psikologi. Alasannya? “Karena psikologi itu seperti seni mempelajari kebiasaan manusia. Menguasai ilmu ini saya pikir akan membawa banyak manfaat nantinya,” jelasnya.

Intuisi Prita tak salah. Walau mengaku melalui proses kuliah dengan susah payah, Prita mendapat banyak teori psikologi yang bisa diaplikasikan di bidang fashion. Bagaimana memahami consumer behaviour, cara menetapkan branding, menentukan harga, dan lain sebagainya.

Bergelut dengan diktat kuliah tiap hari, ternyata tak membuat Prita melupakan minatnya di dunia fashion. Prita mengajak sahabatnya untuk mengerjakan proyek kampus yang berhubungan dengan fashion, seperti membuat jaket angkatan, jaket organisasi, dan lainnya. Dari situ ia bertekad akan terjun ke bisnis fashion, suatu hari nanti.

Selepas kuliah ia sempat bekerja di perusahaan perbankan. Sejenak, mimpi untuk berkutat di dunia fashion itu teredam. Ia larut dalam rutinitas jam kantor yang menguras waktunya.

Suatu kali, ia bertemu dengan sahabatnya semasa kuliah yang menjadi partnernya dalam berbagai proyek fashion dulu. Seperti kata buku Celestine Prophecy bahwa tidak ada kebetulan di dunia ini karena segala sesuatu hadir untuk sebuah alasan, reuni kecil itu membuat hatinya bergejolak. Sebuah mimpi lama kembali terbangun.

“Saya terus membayangkan ingin punya label sendiri, harus ini, harus itu dan akhirnya tak bisa tidur berhari-hari. Saya mulai membaca banyak buku fashion, observasi di lapangan dan belajar banyak dari melihat dan membaca, sampai akhirnya saya merasa, ya, saya siap!” jelas Prita, yang banyak mendapat pelajaran dari buku karya Toby Meadows, How to Create and Run a Fashion Label, tayangan All on The Line yang digawangi Joe Zee, fashion editor majalah Elle. serta kursus menjahit, kursus fashion figure drawing, dan kursus membuat pola di Lasalle College, Jakarta.

Meski tekadnya sudah bulat, bukan berarti ia tidak punya rasa takut. Saat mengajukan surat pengunduran diri dari perusahaan, ia malah ditawari dua pilihan promosi yang menggiurkan.

“Saat itu baru timbul rasa takut. Iya juga ya, siapa yang jamin bisnis ini berhasil atau tidak. Sementara, di depan mata ada dua pilihan promosi menarik. Tapi rasa takut itu akhirnya hanya bisa dikalahkan dengan keinginan yang kuat,” ujarnya.

Si Tukang Kalung

Tahun 2009, Prita meniti langkah barunya, menjadi seorang wirausaha. Meski kondisi ekonomi orang tuanya sangat baik, ia bertekad membangun sendiri bisnisnya dari pundi-pundi yang dikumpulkan selama bekerja. “Saya mulai dari hal yang kecil seperti membuat kalung. Selain biayanya tidak sebanyak membuat pakaian, juga sam

bil memberi waktu bagi diri sendiri untuk belajar banyak mengenai bisnis fashion. Dan, saya pilih online marketing agar pembeli bisa belanja 24 jam sehari,” katanya.

Namun, menjalankan bisnis tidaklah semudah yang Prita bayangkan. Ia mengalami tantangan dari berbagai pihak, baik dari rekan bisnis, karyawan, maupun keluarga besarnya. Di tengah jalan, sahabat yang juga rekan bisnisnya juga mengundurkan diri. Prita pun berjalan sendirian.

Setumpuk ide desain di kepalanya itu, ia bawa ke beberapa vendor penjahit. Setelah 6 bulan berganti vendor, ia menemukan vendor sesuai dengan seleranya. Kini klaung dan pakaiannya diproduksi di Jakarta dan Bandung. Ia pun membubuhkan label Nefertiti pada produknya. Prita terinspirasi oleh kecantikan, selera busana, dan kecerdasan Ratu Nefertiti, ratu Mesir kuno.

“Ternyata, jadi wirausaha tidak kalah capek dengan bekerja di kantor. Tukang pijit yang awalnya langganan Papa, jadi langganan saya juga. Dia selalu bilang, ‘Mbak, betisnya kenceng amat kayak pemain bola,’” ujarnya, tertawa.

Saat akhirnya mampu merekrut karyawan, tantangan pun tak berhenti. Ia ditipu karyawan kepercayaannya dan merugi jutaan rupiah. Dengan terpaksa Prita harus memecatnya.

Selain itu, salah satu hal yang menjadi permasalahannya adalah menjaga kualitas produk yang tidak dipengaruhi situasi mood tim kreatifnya. Maklum, saat mood mereka buruk, bisa-bisa kualitas barang pesanan Prita jadi tak sebagus biasanya. “Saya sudah hafal, deh. Biasanya hal itu terjadi kalau ada yang sedang putus cinta atau apalah, makanya kepada mereka, saya menempatkan diri sebagai teman curhat, bukan bos,” Ungkap Prita yang memiliki 22 karyawan (2 orang karyawan tetap, 20 orang freelance).

Tantangan juga datang dari keluarga besarnya. Ada yang mengatakan, “Susah-susah kuliah, malah jadi tukang kalung.”
“Biarkan saja mereka nyinyir. Saya pikir, perusahaan sebesar Mustika Ratu awalnya juga dari berjualan jamu. Seorang pebisnis memang harus melihat hal yang tak bisa terlihat oleh orang lain. Saya pun tak keberatan lagi disebut tukang kalung. Justru bangga, saya bisa membuka lapangan kerja untuk orang lain,” jelasnya, bijak.

Pada tahun 2011, bisnisnya sudah berkembang dari produksi aksesori ke produksi pakaian. Enam bulan setelahnya, ia berhasil meluncurkan webstore pribadi sesuai impiannya (www.shopnefertiti.com). Ia juga bekerja sama dengan beberapa webstore lainnya. Akun Facebook Nefertiti sudah memiliki lebih dari 10.000 penggemar dan akun Twitter @shopNEFERTITI diikuti lebih dari 2.000 orang.

Kini, dengan produk aksesori dan pakaian, Nefertiti sudah berhasil menembus jaringan department store, yaitu Debenhams Senayan City dan Debenhams Kemang. Produknya pun diminati oleh pembeli dari berbagai negara, seperti Finlandia, Norwegia, Kepulauan Solomon, Republik Malta, Israel, Italia, Australia, Amerika, dan Inggris. Ia telah meraup omzet puluhan juta rupiah per bulannya

Kerja kerasnya sudah berbuah manis. Tapi, Prita masih memiliki banyak mimpi. “Saya ingin sekali terlibat dalam komunitas fashion Indonesia, seperti Jakarta Fashion Week, Indonesia Fashion Week, dan Brightspot. Saya juga ingin mulai merambah peluang retail di luar negeri untuk membuktikan label ready to wear karya orang Indonesia bisa diterima di mancanegara,” ujarnya, bersemangat.

Kisah Sukses Prita Widyaputri dengan Bisnis Fashion


Kisah Sukses Prita Widyaputri  dengan Bisnis FashionSuatu siang di bulan Mei, femina mengundang 25 finalis lomba Wanita Wirausaha Mandiri & Femina untuk melakukan presentasi business plan di hadapan dewan juri. Mengenakan baju hitam lengan panjang, body pants biru, sneakers, dan topi hitam bling-bling, Prita Widyaputri (29) tampak percaya diri memaparkan bisnis saat ini dan rencananya untuk mengembangkan usahanya. Padahal, ia sedang sakit. “Nak, saya bangga, kamu masih muda dan sangat berbakat,” puji Anne Avantie, desainer sekaligus salah satu juri lomba. Lewat clothing line dan aksesori berlabel Nefertiti, Prita merebut gelar Pemenang III Lomba Wanita Wirausaha Mandiri & Femina 2012.
Kalahkan Rasa Takut
Mimpi adalah kunci untuk menaklukkan dunia. Kita sudah sering mendengar kalimat dari Andrea Hirata ini, baik dalam novel Laskar Pelangi maupun soundtrack filmnya. Nyatanya, kalimat sakti inilah yang dipercaya Prita untuk memulai bisnisnya. Ia tak berhenti bermimpi, hingga berhasil menaklukan ‘dunia’ yang diimpikannya sejak kecil: bisnis fashion.
Prita kecil jatuh cinta pada segala hal yang berbau seni. Pada masa sekolah, ia tak pernah absen mengikuti ekstrakurikuler yang berhubungan dengan desain. “Saya tidak pernah kepikiran ikut Paskibra atau kelompok pecinta alam. Tapi kalau soal desain, jangan ditanya! Saat lulus SMA, saya diterima di Universitas Indonesia untuk jurusan, psikologi dan seni rupa di Institut Teknologi Bandung(ITB).
Uniknya, meski passion-nya di bidang seni begitu meluap, Prita justru memilih jurusan psikologi. Alasannya? “Karena psikologi itu seperti seni mempelajari kebiasaan manusia. Menguasai ilmu ini saya pikir akan membawa banyak manfaat nantinya,” jelasnya.
Intuisi Prita tak salah. Walau mengaku melalui proses kuliah dengan susah payah, Prita mendapat banyak teori psikologi yang bisa diaplikasikan di bidang fashion. Bagaimana memahami consumer behaviour, cara menetapkan branding, menentukan harga, dan lain sebagainya.
Bergelut dengan diktat kuliah tiap hari, ternyata tak membuat Prita melupakan minatnya di dunia fashion. Prita mengajak sahabatnya untuk mengerjakan proyek kampus yang berhubungan dengan fashion, seperti membuat jaket angkatan, jaket organisasi, dan lainnya. Dari situ ia bertekad akan terjun ke bisnis fashion, suatu hari nanti.
Selepas kuliah ia sempat bekerja di perusahaan perbankan. Sejenak, mimpi untuk berkutat di dunia fashion itu teredam. Ia larut dalam rutinitas jam kantor yang menguras waktunya.
Suatu kali, ia bertemu dengan sahabatnya semasa kuliah yang menjadi partnernya dalam berbagai proyek fashion dulu. Seperti kata buku Celestine Prophecy bahwa tidak ada kebetulan di dunia ini karena segala sesuatu hadir untuk sebuah alasan, reuni kecil itu membuat hatinya bergejolak. Sebuah mimpi lama kembali terbangun.
“Saya terus membayangkan ingin punya label sendiri, harus ini, harus itu dan akhirnya tak bisa tidur berhari-hari. Saya mulai membaca banyak buku fashion, observasi di lapangan dan belajar banyak dari melihat dan membaca, sampai akhirnya saya merasa, ya, saya siap!” jelas Prita, yang banyak mendapat pelajaran dari buku karya Toby Meadows, How to Create and Run a Fashion Label, tayangan All on The Line yang digawangi Joe Zee, fashion editor majalah Elle. serta kursus menjahit, kursus fashion figure drawing, dan kursus membuat pola di Lasalle College, Jakarta.
Meski tekadnya sudah bulat, bukan berarti ia tidak punya rasa takut. Saat mengajukan surat pengunduran diri dari perusahaan, ia malah ditawari dua pilihan promosi yang menggiurkan.
“Saat itu baru timbul rasa takut. Iya juga ya, siapa yang jamin bisnis ini berhasil atau tidak. Sementara, di depan mata ada dua pilihan promosi menarik. Tapi rasa takut itu akhirnya hanya bisa dikalahkan dengan keinginan yang kuat,” ujarnya.
Si Tukang Kalung
Tahun 2009, Prita meniti langkah barunya, menjadi seorang wirausaha. Meski kondisi ekonomi orang tuanya sangat baik, ia bertekad membangun sendiri bisnisnya dari pundi-pundi yang dikumpulkan selama bekerja. “Saya mulai dari hal yang kecil seperti membuat kalung. Selain biayanya tidak sebanyak membuat pakaian, juga sam
bil memberi waktu bagi diri sendiri untuk belajar banyak mengenai bisnis fashion. Dan, saya pilih online marketing agar pembeli bisa belanja 24 jam sehari,” katanya.
Namun, menjalankan bisnis tidaklah semudah yang Prita bayangkan. Ia mengalami tantangan dari berbagai pihak, baik dari rekan bisnis, karyawan, maupun keluarga besarnya. Di tengah jalan, sahabat yang juga rekan bisnisnya juga mengundurkan diri. Prita pun berjalan sendirian.
Setumpuk ide desain di kepalanya itu, ia bawa ke beberapa vendor penjahit. Setelah 6 bulan berganti vendor, ia menemukan vendor sesuai dengan seleranya. Kini klaung dan pakaiannya diproduksi di Jakarta dan Bandung. Ia pun membubuhkan label Nefertiti pada produknya. Prita terinspirasi oleh kecantikan, selera busana, dan kecerdasan Ratu Nefertiti, ratu Mesir kuno.
“Ternyata, jadi wirausaha tidak kalah capek dengan bekerja di kantor. Tukang pijit yang awalnya langganan Papa, jadi langganan saya juga. Dia selalu bilang, ‘Mbak, betisnya kenceng amat kayak pemain bola,’” ujarnya, tertawa.
Saat akhirnya mampu merekrut karyawan, tantangan pun tak berhenti. Ia ditipu karyawan kepercayaannya dan merugi jutaan rupiah. Dengan terpaksa Prita harus memecatnya.
Selain itu, salah satu hal yang menjadi permasalahannya adalah menjaga kualitas produk yang tidak dipengaruhi situasi mood tim kreatifnya. Maklum, saat mood mereka buruk, bisa-bisa kualitas barang pesanan Prita jadi tak sebagus biasanya. “Saya sudah hafal, deh. Biasanya hal itu terjadi kalau ada yang sedang putus cinta atau apalah, makanya kepada mereka, saya menempatkan diri sebagai teman curhat, bukan bos,” Ungkap Prita yang memiliki 22 karyawan (2 orang karyawan tetap, 20 orang freelance).
Tantangan juga datang dari keluarga besarnya. Ada yang mengatakan, “Susah-susah kuliah, malah jadi tukang kalung.”
“Biarkan saja mereka nyinyir. Saya pikir, perusahaan sebesar Mustika Ratu awalnya juga dari berjualan jamu. Seorang pebisnis memang harus melihat hal yang tak bisa terlihat oleh orang lain. Saya pun tak keberatan lagi disebut tukang kalung. Justru bangga, saya bisa membuka lapangan kerja untuk orang lain,” jelasnya, bijak.
Pada tahun 2011, bisnisnya sudah berkembang dari produksi aksesori ke produksi pakaian. Enam bulan setelahnya, ia berhasil meluncurkan webstore pribadi sesuai impiannya (www.shopnefertiti.com). Ia juga bekerja sama dengan beberapa webstore lainnya. Akun Facebook Nefertiti sudah memiliki lebih dari 10.000 penggemar dan akun Twitter @shopNEFERTITI diikuti lebih dari 2.000 orang.
Kini, dengan produk aksesori dan pakaian, Nefertiti sudah berhasil menembus jaringan department store, yaitu Debenhams Senayan City dan Debenhams Kemang. Produknya pun diminati oleh pembeli dari berbagai negara, seperti Finlandia, Norwegia, Kepulauan Solomon, Republik Malta, Israel, Italia, Australia, Amerika, dan Inggris. Ia telah meraup omzet puluhan juta rupiah per bulannya
Kerja kerasnya sudah berbuah manis. Tapi, Prita masih memiliki banyak mimpi. “Saya ingin sekali terlibat dalam komunitas fashion Indonesia, seperti Jakarta Fashion Week, Indonesia Fashion Week, dan Brightspot. Saya juga ingin mulai merambah peluang retail di luar negeri untuk membuktikan label ready to wear karya orang Indonesia bisa diterima di mancanegara,” ujarnya, bersemangat.
Sumber : wanitawirausaha.femina.co.id
- See more at: http://kisahsukses.info/kisah-sukses-prita-widyaputri-dengan-bisnis-fashion.html#sthash.bHP9I3uD.dpuf