Ingrid Mattson dibesarkan di lingkungan Kristen di Kitchener, Ontario, Kanada.
Ayahnya seorang pengacara, sementara ibunya bekerja di rumah
membesarkan ketujuh anaknya. Pada usia 16 tahun Mattson mendapat hidayah
Ilahi. Akal sehat dan hati nuraninya tidak bisa meyakini
doktrin-doktrin yang diajarkan gereja. Ia pun berhenti dari aktivitas di
gereja.
Di University of Waterloo pada
pertengahan tahun 1980 dia mempelajari seni dan filsafat, yang
menekankan kebebasan seseorang untuk memilih. Di sinilah ia menemukan
bekalnya mengambil pilihan penting dalam hidupnya: Islam.
“Setahun sebelum masuk Islam, saya banyak
menghabiskan waktu untuk mencari dan melihat hal-hal yang berhubungan
dengan seni. Saat mengikuti pendidikan bidang filsafat dan seni rupa,
saya duduk berjam-jam dalam ruang kelas yang gelap untuk melihat dan
mendengarkan penjelasan profesor saya melalui proyektor in focus.
Profesor menjelaskan tentang kehebatan hasil karya Seni Barat,” paparnya seperti dikutip situs whyislam.org.
Pada tahun 1988-1989 Mattson menjadi
relawan sosial dan pendidikan anak-anak pengungsi Afghanistan. Di sana
ia bekerja keras memperbaiki kondisi orang-orang terusir yang hidup di
kamp pengungsi di Peshawar, Pakistan.
Saat bekerja di kamp pengungsi di
Pakistan inilah ia bertemu dengan pria yang kini menjadi suaminya, Amer
Aetak, seorang insinyur dari Mesir. Dari pernikahan mereka, pasangan ini
dikaruniai seorang anak perempuan bernama Soumayya dan satu orang anak
laki-laki bernama Ubayda.
Pada 1995, ia ditunjuk sebagai penasihat bagi delegasi Afghanistan untuk PBB bagi Komisi yang membidangi Status Perempuan.
Mattson meraih gelar sarjana dalam bidang filsafat dari Universitas Waterloo, Ontario, pada 1987. Sementara gelar PhD pada studi Islam ia peroleh dari Universitas Chicago pada 1999 di bidang studi Islam di University of Chicago dengan disertasi mengenai Hukum Islam dan Masyarakat. Selama kuliah di Chicago, ia banyak terlibat pada kegiatan komunitas Muslim lokal.
Saat ini, profesor studi Islam di
Hartford Seminary ini sibuk mengajar, melakukan penelitian, dan berbagai
kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan. Ia menjabat sebagai Presiden
ISNA (Islamic Society of North America), sebuah organisasi komunitas Islam di Amerika Utara. ISNA adalah organisasi berbasiskan komunitas Muslim terbesar di AS.
Mattson juga duduk di jajaran Direktur
Universal School di Bridgeview dan anggota komite Interfaith Committee
of the Council of Islamic Organizations of Greater Chicago.
Awal Mula Melihat Wajah Islam
Di Universitas Waterloo, Ontario, ia
sempat bekerja pada bagian Departemen Seni Rupa, yang salah satu
tugasnya mempersiapkan presentasi (slide) dan katalog seni. Karenanya
setiap kali masuk ke perpustakaan, menurut Mattson, ia selalu
mengumpulkan buku-buku seni sejarah. Dan untuk mendapatkan bahan-bahan
guna keperluan pembuatan katalog seni, ia terpaksa harus pergi ke museum
yang ada di Toronto, Montreal, dan Chicago.
Bahkan, ia harus merelakan menghabiskan
liburan musim seminya di dalam Museum Louvre yang berada di tengah Kota
Paris. Saat berada di Paris inilah untuk kali pertama dalam hidupnya
Mattson berjumpa dengan seorang Muslim. Ia menyebut momen tersebut
sebagai ‘the summer I met Muslims’.
”Saya selalu terkenang akan peristiwa
ini,” ungkapnya. Apa yang dicarinya selama ini, ungkap Mattson, hanya
berkaitan dengan semua karya seni yang tergambar dalam bentuk visual.
Peradaban Barat memang dikenal memiliki tradisi menggambarkan sesuatu
dalam bentuk visual, termasuk penggambaran mengenai keberadaan Tuhan.
”Kita banyak membuat kesalahan dengan
berpikir bahwa melihat berarti mengenali, dan semakin terekspos
seseorang itu, maka semakin pentinglah orang tersebut.” Namun, akhir
dari pencariannya tentang seni telah membawa Mattson bertemu dengan dua
orang seniman, laki-laki dan perempuan, yang tidak membuat patung dan
lukisan sensual tentang Tuhan. ”Mereka telah mengenali Tuhan dengan cara
yang berbeda, menghargai pemimpin, dan menghargai hasil kerja seorang
wanita.”
Gambaran mengenai Islam yang ia dapatkan
dari kedua orang teman barunya ini, membawa Mattson pada pengenalan
wajah Islam yang semakin baik. Ia menyatakan, peradaban Islam tidak
menganut sistem penggambaran sesuatu dalam bentuk visual di dalam
mengingat dan Memuji Tuhan dan menghargai seorang Nabi.
”Allah adalah sesuatu yang tersembunyi.
Tersembunyi dalam pantulan mata umat manusia. Tetapi, orang yang
memiliki penglihatan dapat mengenali Tuhannya dengan melihat,
mempelajari pengaruh dari kekuatan ciptaan-Nya.” Selain penggambaran
terhadap Tuhan, umat Islam juga melarang penggambaran terhadap semua
Nabi Allah.
Umat Islam hanya menuliskan nama mereka
dalam bentuk kaligrafi. Kata-kata, tulisan, dan ucapan serta akhlak
mulia dalam kehidupan merupakan media utama bagi Muhammad di dalam
menyebarkan pengaruhnya ke seluruh umatnya. Dari sinilah kemudian
Mattson mulai tertarik untuk mempelajari keyakinan yang dianut oleh
kedua temannya yang asal Senegal ini.
Ia pun mulai menggali tentang ketuhanan
dan kepribadian Muhammad melalui Alquran terjemahan. Setelah banyak
mempelajari lebih jauh mengenai Islam dari Alquran, Mattson akhirnya
menyadari dan yakin adanya Allah. ”Pilihan-pilihan Anda mencerminkan
siapa diri Anda. Meski ada keterbatasan, tapi selalu tersedia kesempatan
untuk memilih yang terbaik,” katanya.
Yang membuatnya semakin tertarik dengan
Islam adalah semua umat Muhammad tidak hanya mengikutinya dalam hal
beribadah, tetapi juga di dalam semua aspek kehidupan, mulai dari
kebersihan diri sampai pada cara bersikap terhadap anak-anak dan
tetangga. Semua perbuatan, perkataan, dan perilaku Nabi SAW inilah yang
disebut dengan sunnah.
Dan pengaruh Sunah Nabi Muhammad tersebut
telah tergambar pada kehidupan para orang tua, muda, kaya, miskin, yang
menjadikannya sebagai suri teladan bagi semua pengikutnya. ”Pertama
kali saya menyadari pengaruh fisik dari Sunah Nabi Muhammad pada
generasi muda Muslim adalah ketika suatu hari saya duduk di masjid,
menyaksikan anak saya yang berumur 9 tahun shalat di samping guru
mengajinya. Ubayda duduk di samping guru dari Arab Saudi yang dengan
tekun dan lembut mengajarinya sehingga membuatnya sangat respek dan
hormat,” tuturnya.
Indahnya Islam: Suka Berbagi dan Solidaritas
Perkenalan Ingrid Mattson tentang Islam makin bertumbuh saat ia berkunjung ke sejumlah negara yang mayoritas berpenduduk Muslim.
Beberapa peristiwa yang dia temui di negara-negara tersebut, diakui Mattson, makin mempertebal keyakinannya terhadap Islam. Lebih setahun, dalam perjalanannya ke negara-negara Muslim ini ia menyaksikan kesamaan keinginan untuk berbagi dan selalu saling memberi antara sesama serta kesamaan keyakinan yang mendalam.
Beberapa peristiwa yang dia temui di negara-negara tersebut, diakui Mattson, makin mempertebal keyakinannya terhadap Islam. Lebih setahun, dalam perjalanannya ke negara-negara Muslim ini ia menyaksikan kesamaan keinginan untuk berbagi dan selalu saling memberi antara sesama serta kesamaan keyakinan yang mendalam.
”Makanan untuk dua orang cukup untuk tiga
orang dan makanan untuk tiga orang cukup untuk empat orang,” jelasnya
sambil mengutip hadis Nabi SAW.
Salah satunya adalah ketika ia
mengunjungi Kosovo. Selama serangan Serbia ke Kosovo, banyak Muslim
Albania yang menyediakan rumah mereka untuk para peng ungsi. Bahkan,
satu orang memasak setiap harinya untuk 20 orang dalam rumah yang
sederhana.
Begitu juga ketika ia menikah di Pakistan. Sebagai pekerja sosial pada kamp pengungsian, Mattson dan suami tidak memiliki cukup uang. Sekembalinya dari pernikahan ke kamp pengungsian, para wanita Afghanistan bertanya kepadanya tentang pakaian, perhiasan emas, cincin kawin, dan kalung emas yang diberikan oleh suami kepadanya sebagai mahar.
“Saya perlihatkan kepada mereka cincin
emas sederhana dan saya ceritakan tentang baju pengantin yang saya
pinjam untuk menikah. Wajah mereka langsung berubah menunjukan perasaan
sedih dan simpati.
“Seminggu setelah peristiwa itu, saat ia
sedang duduk di depan tenda kamp pengungsi yang berdebu, para wanita
Afghanistan tersebut muncul lagi. Mereka datang menemuinya dengan
membawa celana biru cerah terbuat dari satin dengan hiasan emas, sebuah
baju berlengan merah dengan warna-warni dan scarfwarna biru yang tampak
serasi dengan pakaian, sebagai hadiah per -nikahan.
“Semua yang saya lihat adalah hadiah pernikahan yang tak ternilai bagi saya, bukan saja dukungan mereka, tetapi pelajaran keikhlasan dan rasa empati yang mereka berikan yang merupakan buah yang sangat manis dari sebuah keyakinan yang benar”.
Dituding terlibat jaringan teroris Palestina
Nama Ingrid Mattson sempat menjadi topik
pembicaraan hangat di berbagai media Barat ketika namanya masuk dalam
daftar salah satu tokoh yang diundang pada inaugurasi Barack Obama
setelah kandidat Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat itu
menang dalam pemilu.
Sebagaimana dilansir kantor berita
Associated Press (AP), Mattson yang menjabat presiden Komunitas Islam
Amerika Utara (ISNA) merupakan salah satu pemimpin agama yang akan
berbicara pada acara doa yang digelar di Cathedral Nasional di
Washington DC sehari setelah pelantikan Obama sebagai presiden AS ke-44.
Undangan yang ditujukan kepada Mattson
ini menuai kontroversi publik Amerika. Sebab, yang bersangkutan
dicurigai jaksa federal terkait dengan jaringan teroris. Seperti
diketahui, pada Juli 2007, jaksa federal di Dallas, mengajukan tuntutan
kepada ISNA karena diduga memiliki jaringan dengan Hamas organisasi
Islam di Palestina yang dikelompokkan Pemerintah AS sebagai organisasi
teroris.
Namun, baik Mattson maupun organisasinya
tidak pernah dihukum. Jaksa hanya menyatakan memiliki bukti-bukti dan
kesaksian yang dapat menghubungkan kelompok tersebut ke Hamas dan
jaringan radikal lainnya. Sebelumnya, Muslimah kelahiran Kanada tahun
1963 ini juga pernah membuat kejutan dengan melakukan pertemuan dengan
pejabat tinggi Pentagon selama pemerintahan Bush. Dia juga hadir pada
misa Konvensi Nasional Partai Demokrat di Denver saat Obama mencalonkan
diri sebagai presiden.
Pemerintah AS dan ISNA sebenarnya
memiliki hubungan kerja sama yang baik. Kelompok tersebut memberikan
latihan agama kepada Biro Penyelidik Federal (FBI). Karen Hughes, orang
kepercayaan Bush, mengatakan bahwa Mattson sebagai pemimpin yang hebat
dan panutan bagi banyak orang. Mattson adalah seorang profesor studi
Islam di Hartford Seminary di Hartford, Connecticut. [taz/rpb/voa-islam.net]
No comments:
Post a Comment