Menyabet gelar MBA dan bekerja di
sejumlah perusahaan prestisius di negerinya, Amerika Serikat, serta
menikmati kesenangan duniawi, tak membuat Craig Abdurrohim Owensby bahagia. Bathinnya hampa. Dia butuh pencerahan rohani sebagai pengimbang.
Setelah bertahun-tahun merintis karir,
Craig memutuskan belajar Injil, teologi, dan keislaman di Princeton
Theological Seminary, Princeton, NJ. Beberapa tahun kemudian ia menjadi
pendeta mengikuti jejak sang ayah yang pendeta Katolik di sebuah gereja
di New York dengan 6.000 pengikut.
Meski sukses sebagai pendeta, kebahagian
dan ketenangan yang ia dambakan belum juga berpaling kepadanya. Craig
justru kian resah dengan konsep ketuhanan Yesus yang ia pelajari.
Pengetahuan yang ia miliki membuatnya tak percaya bahwa Isa adalah
Tuhan. “Injil menjelaskan bahwa Isa adalah tuan, bukan Tuhan,” katanya.
Di tengah risau di hati, pada suatu hari
secara tak sengaja perhatiannya tertuju pada seorang kawannya bernama
Nashir, yang tergabung dalam kelompok sepakbola Pakistan.
Baginya, Nashir berbeda dengan anggota tim lainnya yang dinilai lebih pintar, disiplin, dan baik. Nashir, oleh Craig, bahkan dianggap mencerminkan Muslim yang sebenarnya. Hal ini membuatnya tertarik dengan konsep Islam.
Lama merenung, Craig pun memutuskan untuk
mempelajari Islam secara lebih intensif dan berhenti dari kegiatannya
sebagai pendeta. Kesibukannya kemudian diisi dengan kembali menerjuni
bidang bisnis, serta mendalami Islam secara otodidak.
Hidayah Allah akhirnya datang tatkala dia
ditugaskan bekerja di Indonesia sekitar tahun 1997. Craig lantas
menetap di kawasan Muarabaru, Jakarta Utara. Di lingkungan tempat
tinggalnya yang baru, dia menemui banyak hal yang sangat menyentuh
batin.
Craig tertarik dengan kehidupan anak-anak
Muslim di wilayah ini. Menurutnya, walau miskin, mereka hidup dengan
penuh kesederhanaan dan tetap mampu tampil bersih serta bahagia. Sejenak
dia teringat pada masa kecilnya ketika masih tinggal bersama orang
tuanya di Meksiko dan Kolumbia.
Ia menyaksikan betapa anak-anak Katolik
di sana hidup penuh kekerasan, miskin, dan kotor. Tak ada cerminan
ketenangan dan kedamaian hidup. Craig merasakan kedua hal itu memberinya
inspirasi untuk mengetahui dan mempelajari agama Islam.
Proses pencarian kebenaran Islam terus
dilakukan. Sampai satu hari di bulan Mei 2001 ia mengikrarkan diri
menjadi Muslim di Pengajian Rahmania, Kuningan, dengan bimbingan Ustadz
Rikza Abdullah. “Saya ingin menjadi orang yang tahu kebenaran. Saya
bersedia menjadi Muslim karena ingin kebenaran. Bisa saja kebenaran itu
menyusahkan, tapi saya percaya dengan kebenaran itu,” ujar bule
kelahiran Chicago ini.
Sejak itu, Craig yakin dengan ajaran
Alquran bahwa manusia dilahirkan suci dan menjadi khalifah di dunia.
“Saya sekarang telah menjadi khalifah bagi Allah. Awalnya saya Islam
hanya dengan membaca, berpikir, dan berbicara, tapi belum mempraktekkan.
Sekarang saya memutuskan untuk menjalankan Islam secara serius.”
Meski mengaku serius memilih Islam
sebagai keyakinannya, muallaf ini merasa masih harus ‘berjuang’ menjadi
Muslim yang sebenarnya. Pasalnya, ia tak biasa bangun pagi. Kini ia
harus melaksanakan shalat Subuh ketika biasanya di waktu sama masih
tertidur pulas.
Namun, ia merasa bersyukur mampu
menaklukkan ego dirinya. Baginya, dapat menjalankan shalat Subuh dengan
baik merupakan tolok ukur kemampuannya melaksanakan shalat wajib yang
lain. “Pertama kali shalat Subuh saya sangat puas dan senang. Setelah
itu melaksanakan shalat-shalat yang lain menjadi enteng.”
Tak hanya sampai di situ. Rupanya Craig
belum merasa menjadi Muslim kaffah sebelum dapat mendakwahkan Islam.
Menurutnya ada dua fase yang ia jalani, yaitu menjadi Muslim dan
berdakwah. Kini ia sedang melakukan fase kedua itu sambil berbisnis.
“Bisnis saya Alquran Seluler, tapi ini
bukanlah pure bisnis karena investasinya cukup besar dan keuntungan
finansialnya kecil sekali,” jelas Craig. Baginya hal itu tak masalah
karena konsep awalnya adalah berdakwah. Ia pun tidak memperkenalkan
bisnisnya itu kepada masyarakat secara jor-joran, tapi perlahan-lahan
dari mulut ke mulut.
Adalah hal baru bila Craig berdakwah
dengan konsep Alquran Seluler-nya. Konsep itu memberikan layanan belajar
dan memahami Alquran dan Hadis Nabi melalui sistem short massage system
(SMS). Respons masyarakat Muslim Indonesia sangat bagus. Terbukti
konsep yang dimulainya sejak Juli 2000 ini, kini telah memiliki jamaah
Alquran Seluler hingga 70 ribu orang di seluruh Indonesia.
Alquran Seluler memberikan cara mengatur
gaya hidup Muslim on-the-go yang pusatnya adalah kajian harian (6 menit
per hari, berupa 1 menit terjemahan Alquran, 3 menit pesan penceramah,
dan “bonus” 2 menit murotal ayat suci dalam bahasa Arab). Craig mengajak
umat Muslim mengkaji Alquran bersama para penceramah terkemuka
Indonesia.
Dimulai di hari pertama dengan Surah Al
Fatihah dan akan khatam setelah kira-kira tiga tahun, pada Surah An
Naas. ”Komitmen saya menjadikan orang Muslim yang sesibuk apa pun bisa
mempelajari Alquran,” ujar Craig yang cukup lancar berbahasa Indonesia.
Ini merupakan proyek pertama di dunia
yang ingin menjadikan Muslim Indonesia sebagai contoh yang baik bagi
Muslim seluruh dunia. Dalam program Alquran Seluler ditampilkan empat
dai kondang Indonesia, antara lain KH Abdullah Gymnastiar, Arifin Ilham,
Didin Hafidhuddin, dan Ihsan Tanjung.
Kini, keinginan kaum Muslim pengguna
telepon maupun handphone yang ingin belajar Alquran maupun mendengarkan
ceramah agama dapat terpenuhi. Terutama yang tinggal di Jakarta,
Bandung, Bogor, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Banjarmasin, Balikpapan,
Medan, dan Makassar. Mereka yang berminat dapat mendaftar melalui SMS
ke 081 193 4209 atau telepon 021-7883 1001.
Craig pun yakin sarana dakwahnya ini
bakal bermanfaat karena tak membeda-bedakan seseorang. “Sebagai gerakan
Qurani, program dakwah ini saya jadikan sarana berkompetisi dengan
evangelis. Kita harus mempunyai umat yang kuat iman dan lebih baik dari
umat non-Muslim.”
Bukanlah sebuah mimpi bila Craig
berangan-angan menerapkan program Alquran Seluler ke negara lain. “Insya
Allah teknologi Alquran Seluler akan kami terapkan juga ke seluruh
dunia, antara lain ke Brunei, Malaysia, Bahrain, Jordan, dan Mesir.” Dia
juga berharap suatu saat nanti pembelajaran agama Islam melalui telepon
seluler bisa dikembangkan di negara kelahirannya, Amerika Serikat. usdy
nurdiansyah/sam
No comments:
Post a Comment