Tanggal 12 Maret 1996, seakan menjadi sejarah kelam dalam karir Chris Wayne Jackson
sebagai seorang pebasket profesional. Pada tanggal tersebut hampir lima
belas tahun lalu, Jackson mendapat sanksi larangan bertanding dari NBA,
Asosiasi Bola Basket Amerika Serikat. Hukuman ini dikenakan kepada
Jackson karena ia tidak bersedia untuk berdiri ketika lagu kebangsaan
Amerika Serikat, The Star Spangled Banner dinyanyikan sesaat sebelum
pertandingan dimulai. Ketika itu ia memperkuat Denver Nuggets.
Saat itu Jackson beranggapan hal ini
(berdiri, red) tidak pantas dilakukan, karena menurutnya bendera Amerika
Serikat adalah simbol penindasan. Ia juga mengatakan bahwa Amerika
Serikat sendiri mempunyai sejarah tirani yang panjang dan tidak sesuai
dengan keyakinannya sebagai seorang muslim.
Sontak, tindakan Jackson yang dinilai kontroversial
ini pun menuai protes dari publik Negeri Paman Sam yang berujung pada
sanksi larangan bertanding dari NBA. Tapi hukuman skors tersebut hanya
berlangsung satu pertandingan. Dua hari kemudian sanksi tersebut
dicabut. NBA pun membuat kesepakatan dengan pebasket berdarah
Afro-Amerika ini. Sesuai dengan isi kesepakatan tersebut, Jackson tetap
harus berdiri pada saat lagu kebangsaan dinyanyikan, tetapi ia
diperbolehkan untuk menundukkan kepala dan memejamkan matanya.
Abdul-Rauf mengatakan pada saat seperti itu, ia memanjatkan doa.
Selang tiga belas tahun kemudian, dalam
sebuah kesempatan saat tengah memberikan ceramah di sebuah masjid di
Gulfport, Mississippi, dengan tegas Jackson mengungkapkan bahwa sikapnya
tersebut adalah pengejewantahan dari agama yang dianutnya dalam
kehidupan sehari-hari. ”Saya memanfaatkan kontroversi itu sebagai alat
untuk menjelaskan pada orang lain tentang agama saya,” tukasnya.
Chris Wayne Jackson lahir di Gulfport
pada tanggal 9 Maret 1969. Ia adalah pemain basket NBA di era 90-an. Di
masa lalu, Jackson merupakan salah satu point guard paling jempolan. Ia
lahir dan dibesarkan di tengah keluarga pemeluk Kristen. Ia mengganti
namanya menjadi Mahmoud Abdul-Rauf pada saat ia pindah agama dan memeluk
Islam pada tahun 1991.
Sebelum terjun ke NBA, Jackson memperkuat
tim basket tempatnya berkuliah di Lousiana State University (LSU).
Bersama tim basket kampusnya ini Jackson memiliki karir basket yang
cemerlang. Hal ini pula lah yang kemudian mendorong Denver Nuggets,
salah satu tim basket profesional NBA, merekrutnya pada tahun 1990.
Sejak saat itu karirnya sebagai pemain basket profesional dimulai.
Abdul-Rauf bisa dikatakan sebagai pemain
terbaik di klub bakset yang berbasis di Denver, Colorado ini. Ia
memperkuat Denver Nuggets hingga musim kompetisi 1995-1996. Pada musim
kompetisi 1992-1993, Abdul-Rauf menyabet gelar The Most Improved Player
Award, sebuah penghargaan yang diberikan kepada pemain yang dianggap
telah menunjukkan perkembangan yang lebih baik dari musim sebelumnya.
Saat memperkuat Denver Nuggets ia juga pernah memimpin NBA dalam
kategori persentase tembakan bebas (free-throw) terbaik dalam satu musim
pada tahun 1994 dan 1996. Ia memiliki rekor 19.2 poin dan 6.8 assist
per game pada musim 1995-1996.
Walau akhirnya hukuman larangan
bermainnya tersebut dicabut dan hanya diganti dengan larangan bermain
sebanyak satu kali pertandingan, tapi tak ayal ia kemudian menjadi
pemain paling dibenci di AS. Karir basketnya di AS terancam. Terbukti,
tak lama berselang setelah kontroversi lagu kebangsaan Amerika Serikat,
Denver Nuggets pun mengakhiri kontraknya dengan Abdul-Rauf. Namun Abdul
Rauf tak bergeming dengan keyakinan dan kebiasaannya tersebut.
Meninggalkan NBA
Setelah tidak lagi memperkuat Nuggets, ia
sempat bermain untuk tim basket NBA lainnya, Sacramento Kings, sebelum
akhirnya ia benar-benar meninggalkan ajang kompetisi bola basket
profesional di Amerika Serikat ini. Ia memperkuat Sacramento hanya
selama dua musim (1996 hingga 1998).
Selepas meninggalkan ajang kompetisi NBA,
Abdul-Rauf melanglang buana dari satu klub ke klub basket lainnya. Ia
pernah bermain untuk klub basket asal Turki, Fenerbahce selama satu
musim (1998-1999). Setelah itu ia sempat vakum selama satu musim, baru
kemudian ia bermain basket lagi bersama Vancouver Grizzlies, klub basket
asal Kanada selama musim 2000-2001. Setelah kontraknya dengan Vancouver
Grizzlies tidak diperpanjang, ia memilih untuk berhenti sejenak dari
arena basket selama dua musim (2001-2003).
Pada tahun 2003 Abdul-Rauf mengikat
kontrak dengan tim basket Rusia, Ural Great Perm, selama satu musim.
Setelah itu kemudian ia berturut-turut bermain untuk klub basket asal
Italia Sedima Roseto (2004-2005); klub basket Yunani Aris Thessaloniki
(2006-2007); klub basket Arab Saudi Al-Ittihad (2008-2009); dan klub
basket Jepang Kyoto Hannaryz (2009-2010).
Setelah malang melintang di berbagai
ajang kompetisi basket dunia, Abdul-Rauf masih menyimpan keinginan untuk
bisa kembali bermain di ajang kompetisi NBA. ”Mungkin saja saya dapat
kembali tampil di Amerika Serikat. Pintu mungkin sudah tertutup tapi NBA
tak hanya ada di kota dan saya ingin menggunakan talenta yang diberikan
Tuhan meski saya hanya bermain di Timbuktu,” ujar Abdul Rauf seperti
dikutip yahoosports awal April 2010.
Keputusannya untuk meninggalkan kompetisi
basket NBA, membawa perubahan besar dalam diri Mahmoud Abdul-Rauf.
Secara perlahan, ia mulai berkecimpung dalam kegiatan dakwah. Ia
membangun sebuah masjid di kota kelahirannya di Gulfport, Mississippi.
Bahkan ia pun menjadi imam di masjid tersebut.
Abdul-Rauf berharap, keberadaan bangunan
masjid ini akan membawa dampak positif pada generasi muda di Gulfport
yang dikenal sangat dekat dengan obat-obatan dan tindak kriminal. Ia pun
kerap menyelenggarakan acara yang melibatkan kaum remaja di Gulfport.
”Ilmu pengetahuan bisa membuat seorang budak menjadi raja,” itulah
nasehat yang kerap disampaikan Abdul-Rauf kepada para remaja muslim di
lingkungannya.
Dalam setiap ceramahnya, ia juga berpesan
pada generasi muda muslim ini untuk menegakkan Islam dimana pun mereka
berada dan menuntut ilmu sebanyak mungkin. ”Kita senantiasa melihat
pendidikan sebagai bekal untuk mencari kerja demi keamanan finansial.
Tapi kita melupakan tujuan utama pendidikan yang seharusnya menjadi
bekal bagi seseorang agar bisa bertahan dalam kehidupan,” ujarnya.
Ia membandingkan pendidikan Barat yang
berbasis sekularisme, memisahkan antara negara dengan agama. Menurutnya,
pendidikan dalam Islam harus mencakup segala aspek kehidupan. ”Umat
Islam tidak bisa menyingkirkan agamanya ke dalam ‘kloset’,” kata
Abdul-Rauf.
Abdul-Rauf juga menguraikan hasil studi
yang dilakukan oleh para profesor di Universitas Harvard dan Universitas
Yale. Hasil studi itu menunjukkan bahwa anak-anak Afrika memiliki bakat
lebih cepat menangkap pelajaran. ”Sejarah membuktikan bahwa orang-orang
Afrika dan Muslim adalah para penemu disiplin ilmu modern seperti
aljabar dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya,” tuturnya. [republika.co.id]
No comments:
Post a Comment