Bulan
suci Ramadhan merupakan bulan yang penuh hikmah buat saya. Saat itu,
saya memulai hidup baru sebagai seorang muslimah. Ini adalah hidayah
Allah pada saya dan saya sangat mensyukurinya. Sekarang, saya semakin
mantap dengan pilihan hati nurani saya itu. Saya siap lahir batin.
Termasuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Saya ingin
segera bisa menunaikan ibadah umrah. Insya Allah.
Nama saya Monica Oemardi,
lahir di Jakarta, 24 tahun lalu. Papa saya berasal dari Blitar dan
beragama Islam. Sedangkan mama berasal dari Cekoslowakia dan beragama
Kristen Protestan. Mungkin, sebagian pembaca tak asing lagi dengan debut
saya selama ini di dunia sinetron. Di antara sinetron yang telah saya
bintangi adalah Delima, Takhta, Intrik, Warteg, Misteri Gunung Merapi,
Angling Darma, dan lain sebagainya
Saya berasal dari keluarga Kristen Protestan yang cukup taat. Meskipun demikian, keluarga kami sangat demokratis
dalam masalah agama. Setelah menikah, saya pindah agama ke Kristen
Katolik, mengikuti suami saya yang pertama. Sebenarnya, agama Islam tak
asing lagi bagi saya. Sebab, kebanyakan keluarga papa beragama Islam.
Pada waktu kecil, pernah saya ikut-ikutan shalat Id pada Hari Raya Idul
Fitri di Bandung. Walaupun hanya sekadar gerakan shalat saja, tapi
kegiatan ritual itu sangatberkesan di dalam hati saya. Setelah shalat
Id, saya jugs mengikuti nyekar (ziarah) ke makam leluhur papa dan
mengikuti tahlilan.
Memang, saya sudah lama ingin masuk
Islam, tepatnya sekitar bulan Februari-Maret 1998 lalu. Ketika itu,
sahabat saya sesama artis, Vinny Alvionita dan Dian Nitami, mengunjungi
saya di rumah kos. Ketika kami sedang asyik ngobrol, tiba-tiba terdengar
suara azan magrib dari masjid sekitar rumah kos.
Sahabat saya, Dian Nitami yang muslimah
itu, langsung ingin shalat. Tapi, terlebih dulu ia meminta izin kepada
saya. Saya dan Vinny beringsut dari tempat duduk untuk menggelar
sajadah, karena tempat kos memang sempit. Di dalam kamar kos yang kecil
itu, saya perhatikan Dian ketika usai mengambil air wudhu, ia
mengeluarkan mukenah putih, kemudian memakainya. Hal itu membuat saya
terkesima dan berpikir, Islam itu amat suci, mau menghadap Allah harus
menyucikan diri terlebih dulu. Saya amati terus saat Dian melakukan
shalat. Hingga tiba-tiba dari mulut Saya terlontar permintaan kepada
sahabat saya, Vinny, untuk mengajarkan saya tata cara shalat.
Tentu saja Vinny terkejut mendengar
permintaan saya itu. Saya pun tak mengerti apa yang mendorong saya
hingga melontarkan ucapan demikian. Dengan wajah tak percaya, Vinny
memandangi saya. Saya disuruhnya mengulangi lagi permintaan saya tadi
itu.
Mungkin Vinny tak percaya, karena selama ini saga tak pernah minta diajari shalat kepada teman-teman yang sering datang ke tempat kos saya. Tetapi, tiba giliran Dian yang shalat, saya malah minta diajari. irni mungkin hidayah bagi saya melalui kedua sahabat saya itu.
Sejak itu, Vinny memberi saya beberapa buku bacaan. Salah satunya berjudul, “Lentera Hati” yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Quraish Shihab, MA.
Setelah membaca buku tersebut, saya semakin terpukau dan mengagumi
Islam. Saya pun semakin mendalami Islam lewat buku-buku yang diberikan
Vinny, di samping bertanya kepada mamanya Dian Nitami dan keluarga
Vinny.
Walaupun saya terus mempelajari Islam
melalui bukubuku yang diberikan oleh Vinny, saya masih sering ke gereja.
Bahkan, yang mengantarkannya adalah Vinny sendiri: Memang, dalam
bersahabat kami saling menghargai, terutama coal agama. la pernah
berpesan kepada saya bahwa tak ada paksaan dalam Islam. Kalau ingin
masuk Islam, harus dengan pikiran dan hati yang bersih dan sesuai dengan
hati nurani.
Hari demi hari, saya terus mempelajari
Islam secara mendalam, hingga setelah tak ada keraguan sedikit pun di
hati, pada bulan puasa, Januari 1998, hati saya semakin bergetar. Saya
menunggu-nunggu kapan waktu yang tepat untuk memeluk Islam.
Gelora hati untuk memeluk Islam mengalahkan segala kesibukan dan persiapan untuk menyambut Hari Natal. Dulu, saya paling suka mempersiapkannya. Bahkan, sebulan sebelumnya saya sudah sibuk merapikan runah, mencari kado buat mama dan keluarga, dan selalu siap membantu mama mempersiapkan kue-kue Natal. Tetapi, pada saat itu, saga tak melakukan semua itu. Walaupun saya belum nmemeluk Islam, tapi saya sudah menjalani ibadah puasa.
Pada malam menjelang Tahun Baru, 31 Desember 1998 lalu, saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat dibimbing oleh Prof.Dr.
H. Quraish Shihab di kediaman seorang pengusaha elektronik, Rachmat
Gobel, di kawasan Jalan Saharjo, Jakarta Selatan, dalam acara buka puasa
bersama.
Setelah membaca rukun Islam yang pertama
itu, saya tak dapat menahan rasa haru, sehingga saya tak mampu lagi
membendung air mata. Rasanya dada ini plong sekali, seperti bayi yang
baru lahir. Jadi, tahun 1999 itu, buat saya, merupakan tahun untuk
memulai “hidup baru” sebagai seorang muslimah.
Walaupun sudah resmi masuk Islam, tapi
Pak Quraish Shihab dalam kesempatan itu, juga berpesan agar saya segera
meresmikan status keislaman saya itu. Katanya, mengucapkan dua kalimat
syahadat berkali-kali, tak apa-apa. Maka, pada hati Jumat tanggal 8
Desember 1999, dengan dilengkapi prosedur administratif, saya
mengucapkan ikrar dua kaliniat syahadat di hadapan para saksi di Masjid
Sunda Kelapa, Jakarta Pusat.
Mengetahui saya masuk Islam, mama sempat
marah. Bukan apa-apa, tapi karena beliau ingin supaya saya dalam hidup
ini mempunyai prinsip. Setelah saya jelaskan, beliau pun akhimya
menerima keputusan saya itu. Beliau berpesan supaya saya benar-benar
menjaga keislaman saya. Tidak simpang siur dan tidak boleh main-main.
Setelah masuk Islam, kehidupan saya
terasa lebih tenang. Apalagi setelah perceraian dengan suami pertama
yang membawa kabur anak saya, Antonius Joshua (6 tahun). Selama bulan
suci Ramadhan tersebut, saya terus menjalankan ibadah puasa. Dan
ternyata, puasa dengan dilandasi niat, berbeda sekali dengan puasa tanpa
niat. Saya rasakan puasa tanpa niat itu terasa sangat berat. Jangankan
menjalaninya, untuk bangun sahur saja berat sekali. Tapi, setelah masuk
Islam, saya selalu membaca niat puasa setiap sahur, puasa pun menjadi
terasa ringan.
Selama ini saya sahur sendiri. Anehnya,
saya bisa dengan mudah terbangun, tanpa ada perasaan yang berat. Dan
setelah sahur, saya tidak langsung tidur. Saya hidupkan teve dan
mengikuti kuliah subuh. Dari siaran tersebut, saya banyak memperoleh
masukan-masukan yang bermanfaat. Saya bertekad untuk menjadi muslimah
yang baik, tentunya dengan diiringi doa para pembaca. Insya Allah. [Ages Salami Albaz/dari Buku "Saya memilih Islam" Penyusun Abdul Baqir Zein, Penerbit Gema Insani]
No comments:
Post a Comment