Wednesday, August 13, 2014

Kisah Sukses Ibu Erika dengan Bisnis Rendang “Lezat & Tahan Lama”

Seorang Ibu warga Payakumbuh, namanya Ibu Erika asal Sumatera Barat salah satu yang beruntung karena Rendang. Ibu dengan 5 orang anak ini bisa membeli mobil, rumah hingga sawah dari Bisnis rendang.

Rendang Merupakan makanan khas Sumatera Barat. Makanan ini diklaim salah satu dari 50 makanan terenak di dunia versi CNN.

Ibu Erika menjalankan usaha berjualan rendang dengan produk atas namanya “Erika“. Awalnya di awal tahun 2000, Erika mulai membuat rendang mengikuti jejak ibu mertuanya yang lebih dahulu menjalankan bisnis yang sama dengan merek “Yolanda”.
“Jadi ini turun temurun dari mertua ibu, dia lebih dulu mereknya Yolanda,”

Usaha awalnya dibantu oleh anak-anaknya yang hanya meneruskan sekolah hingga jenjang SMA. Rendang-rendang dijual di kawasan Payakumbuh, hingga ke Padang. Dari sekolah ke sekolah, toko ke toko, sampai kantor ke kantor.

Meski kadang ada saja kendala yang menghadang seperti kenaikan harga bahan baku. tak kenal lelah dia dan keluarga terus menjalankan usahanya. Hingga 14 tahun sampai sekarang dia telah memiliki 12 orang karyawan yang membantunya memasak, dan 7 orang yang menjadi agen penjual.

“Dulu rumah semi permanen, dapur hanya batu-batu saja. Sekarang rumah sudah ada, mobil, sawah dan tanah,” katanya seraya bersyukur.

Banyak produk yang dibuat oleh Erika, tak hanya rendang basah yang menjadi salah satu menu favorit restoran Padang, tapi juga ada rendang telur, rendang suwir, juga rendang paru.

Harganya pun bervariasi, rendang basah dijual Rp 200 ribu/kg, sama dengan rendang paru. Sedangkan rendang telur dijual Rp 40 ribu, meski di pameran-pameran, Erika sengaja menaikkan harga.

“Tidak ada resep khusus, saya buat hanya pakai bumbu rendang biasa,” katanya sambil sesekali melayani pembeli.

Dalam sehari, Erika bisa memproduksi 80 kg rendang telur, 20 kg rendang daging dan 10 kg rendang paru. Rendang daging dan rendang paru bisa tahan sampai 3 bulan, dan rendang telur 1 bulan. Banyak orang yang membeli produknya untuk disimpan dan dimakan kemudian hari.

“Yang naik haji bisa bawa buat bekal. Biasanya ramai kalau musim haji,” kata warga Payakumbuh ini.

Tak hanya di Indonesia, salah satu agen penjualnya menjajakan makanan khas ini ke negeri tetangga, Malaysia. “Tapi agak sepi,” kata ibu 51 tahun ini.

Bisnis dan kisah suksesnya berjualan rendang menjadi pemicu semangat warga Payakumbuh lain. Sekarang sudah banyak warga Payakumbuh yang berjualan produk serupa, yaitu memproduksi rendang menjadi suatu industri daerah Payakumbuh.

Copyright : detik.com
Seorang Ibu warga Payakumbuh, namanya Ibu Erika asal Sumatera Barat salah satu yang beruntung karena Rendang. Ibu dengan 5 orang anak ini bisa membeli mobil, rumah hingga sawah dari Bisnis rendang.
Rendang Merupakan makanan khas Sumatera Barat. Makanan ini diklaim salah satu dari 50 makanan terenak di dunia versi CNN.
Ibu Erika menjalankan usaha berjualan rendang dengan produk atas namanya “Erika“. Awalnya di awal tahun 2000, Erika mulai membuat rendang mengikuti jejak ibu mertuanya yang lebih dahulu menjalankan bisnis yang sama dengan merek “Yolanda”.
“Jadi ini turun temurun dari mertua ibu, dia lebih dulu mereknya Yolanda,”
Usaha awalnya dibantu oleh anak-anaknya yang hanya meneruskan sekolah hingga jenjang SMA. Rendang-rendang dijual di kawasan Payakumbuh, hingga ke Padang. Dari sekolah ke sekolah, toko ke toko, sampai kantor ke kantor.
Meski kadang ada saja kendala yang menghadang seperti kenaikan harga bahan baku. tak kenal lelah dia dan keluarga terus menjalankan usahanya. Hingga 14 tahun sampai sekarang dia telah memiliki 12 orang karyawan yang membantunya memasak, dan 7 orang yang menjadi agen penjual.
“Dulu rumah semi permanen, dapur hanya batu-batu saja. Sekarang rumah sudah ada, mobil, sawah dan tanah,” katanya seraya bersyukur.
Banyak produk yang dibuat oleh Erika, tak hanya rendang basah yang menjadi salah satu menu favorit restoran Padang, tapi juga ada rendang telur, rendang suwir, juga rendang paru.
Harganya pun bervariasi, rendang basah dijual Rp 200 ribu/kg, sama dengan rendang paru. Sedangkan rendang telur dijual Rp 40 ribu, meski di pameran-pameran, Erika sengaja menaikkan harga.
“Tidak ada resep khusus, saya buat hanya pakai bumbu rendang biasa,” katanya sambil sesekali melayani pembeli.
Dalam sehari, Erika bisa memproduksi 80 kg rendang telur, 20 kg rendang daging dan 10 kg rendang paru. Rendang daging dan rendang paru bisa tahan sampai 3 bulan, dan rendang telur 1 bulan. Banyak orang yang membeli produknya untuk disimpan dan dimakan kemudian hari.
“Yang naik haji bisa bawa buat bekal. Biasanya ramai kalau musim haji,” kata warga Payakumbuh ini.
Tak hanya di Indonesia, salah satu agen penjualnya menjajakan makanan khas ini ke negeri tetangga, Malaysia. “Tapi agak sepi,” kata ibu 51 tahun ini.
Bisnis dan kisah suksesnya berjualan rendang menjadi pemicu semangat warga Payakumbuh lain. Sekarang sudah banyak warga Payakumbuh yang berjualan produk serupa, yaitu memproduksi rendang menjadi suatu industri daerah Payakumbuh.
Copyright : detik.com
- See more at: http://kisahsukses.info/kisah-sukses-ibu-erika-dengan-bisnis-rendang-lezat-tahan-lama.html#sthash.VP8Vok73.dpuf
Seorang Ibu warga Payakumbuh, namanya Ibu Erika asal Sumatera Barat salah satu yang beruntung karena Rendang. Ibu dengan 5 orang anak ini bisa membeli mobil, rumah hingga sawah dari Bisnis rendang.
Rendang Merupakan makanan khas Sumatera Barat. Makanan ini diklaim salah satu dari 50 makanan terenak di dunia versi CNN.
Ibu Erika menjalankan usaha berjualan rendang dengan produk atas namanya “Erika“. Awalnya di awal tahun 2000, Erika mulai membuat rendang mengikuti jejak ibu mertuanya yang lebih dahulu menjalankan bisnis yang sama dengan merek “Yolanda”.
“Jadi ini turun temurun dari mertua ibu, dia lebih dulu mereknya Yolanda,”
Usaha awalnya dibantu oleh anak-anaknya yang hanya meneruskan sekolah hingga jenjang SMA. Rendang-rendang dijual di kawasan Payakumbuh, hingga ke Padang. Dari sekolah ke sekolah, toko ke toko, sampai kantor ke kantor.
Meski kadang ada saja kendala yang menghadang seperti kenaikan harga bahan baku. tak kenal lelah dia dan keluarga terus menjalankan usahanya. Hingga 14 tahun sampai sekarang dia telah memiliki 12 orang karyawan yang membantunya memasak, dan 7 orang yang menjadi agen penjual.
“Dulu rumah semi permanen, dapur hanya batu-batu saja. Sekarang rumah sudah ada, mobil, sawah dan tanah,” katanya seraya bersyukur.
Banyak produk yang dibuat oleh Erika, tak hanya rendang basah yang menjadi salah satu menu favorit restoran Padang, tapi juga ada rendang telur, rendang suwir, juga rendang paru.
Harganya pun bervariasi, rendang basah dijual Rp 200 ribu/kg, sama dengan rendang paru. Sedangkan rendang telur dijual Rp 40 ribu, meski di pameran-pameran, Erika sengaja menaikkan harga.
“Tidak ada resep khusus, saya buat hanya pakai bumbu rendang biasa,” katanya sambil sesekali melayani pembeli.
Dalam sehari, Erika bisa memproduksi 80 kg rendang telur, 20 kg rendang daging dan 10 kg rendang paru. Rendang daging dan rendang paru bisa tahan sampai 3 bulan, dan rendang telur 1 bulan. Banyak orang yang membeli produknya untuk disimpan dan dimakan kemudian hari.
“Yang naik haji bisa bawa buat bekal. Biasanya ramai kalau musim haji,” kata warga Payakumbuh ini.
Tak hanya di Indonesia, salah satu agen penjualnya menjajakan makanan khas ini ke negeri tetangga, Malaysia. “Tapi agak sepi,” kata ibu 51 tahun ini.
Bisnis dan kisah suksesnya berjualan rendang menjadi pemicu semangat warga Payakumbuh lain. Sekarang sudah banyak warga Payakumbuh yang berjualan produk serupa, yaitu memproduksi rendang menjadi suatu industri daerah Payakumbuh.
Copyright : detik.com
- See more at: http://kisahsukses.info/kisah-sukses-ibu-erika-dengan-bisnis-rendang-lezat-tahan-lama.html#sthash.VP8Vok73.dpuf

Kisah Sukses Andri Aryansah “Ado” Merintis Usaha Merchandise


Kisah Sukses Andri Aryansah "Ado" Merintis Usaha MerchandisePanggilan akrabnya Ado, nama lengkapnya Andri Aryansah, seorang lelaki yang hanya mengecap pendidikan SD ini berhasil menjadi usahawan sukses dengan omzet per bulan mencapai Rp 100 juta.
Semuanya dilalui dengan tidak menyenangkan. Ia masih ingat bagaimana harus sering memakai sandal jepit untuk sekolah jika musim hujan, sebab sepatu Ado hanya satu. Jika basah ia tak punya sepatu pengganti dan terpaksa mengenakan sandal.
Ia juga masih ingat dengan lekat bagaimana rasanya berjalan kaki ketika ke sekolah dan bermain, sementara teman-temannya bergembira naik sepeda. Itulah sedikit pengalaman pahitnya di masa kecil, dari sekian banyak pengalaman pahit yang dirasakannya.
Kesedihan Ado berujung ketika ia lulus SD pada 1999. Bapaknya yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan tak mampu membiayai lagi sekolahnya. Dengan terpaksa dia tidak melanjutkan jenjang SMP. Dua tahun kemudian, ia meninggalkan kota kelahirannya Garut menuju Bandung untuk mengadu nasib. Alasannya dia tak mau merepotkan orangtuanya.
Pekerjaan pertamanya di Bandung bukanlah pekerjaan yang membanggakan bagi seorang remaja sepertinya. Ia menjadi pembantu rumah tangga (PRT) di daerah Dipati Ukur, Bandung.
Pekerjaan itu dia lalui selama tiga tahun. Pada 2004 Ado “naik pangkat” dengan bekerja di Record Man, sebuah toko pakaian yang identik dengan musik cadas. Kejujuran dan kerja kerasnya membuat Ado dipromosikan hingga menjadi manajer toko tersebut. Setelah bekerja di Record Man selama 7 tahun, Ado memutuskan untuk keluar dari tempatnya bekerja. “Saya sih tidak mau terus-terusan kerja pada orang. Ingin punya usaha sendiri. Lagipula saya sudah punya pengalaman di bidang pakaian, jadi tahu seluk-beluk bisnisnya,” kata Aldo.
Bermodal tabungan sebesar Rp 2,5 juta ia mulai menyewa los di Plaza Parahyangan berukuran 3×3 dengan biaya sewa Rp 1,4 juta. Meski baru pertama menjalankan usaha, Ado mengaku yakin bahwa dia akan berhasil. Meski modal uangnya sedikit, Ado memiliki modal lain yang lebih penting dari uang yaitu pengalaman dan jaringan.
Ia punya pengalaman selama 7 tahun di industri ini dan ia punya jaringan pemasok maupun pelanggan. Ado menggandeng teman-temannya musisi musik metal untuk dibuatkan merchandise. Ado merupakan seorang pengemar musik cadas. Usaha merchandise tersebut ternyata membawa berkah bagi dirinya. Dalam waktu relatif singkat usahanya menanjak.
Sebagai pengusaha, Ado belajar melihat tren di pasaran. Ketika persaingan di bisnis merchandise band mulai ketat, Ado mencari ide lain. Dia pun kemudian melakukan diversifikasi desain kaos dengan membuat desain-desain bergaya Sunda. Tapi kaos bergaya metal tetap dia jalankan. Kejelian melihat peluang inilah yang membuat Ado bisa bertahan hingga sekarang. Perlahan tapi pasti, usahanya terus berkembang. Omzet yang awalnya jutaan berkembang menjadi belasan dan puluhan juta rupiah. Dan sekarang menurut Ado angkanya sudah menyentuh Rp 100 juta per bulan. Meski usahanya sudah maju dan omzetnya menggelembung, tapi Ado mengaku tetap hidup sederhana. Pengalaman di masa lalu mengajarinya untuk hidup sederhana. Kesabaran dan keuletan Ado terbayar sekarang ini.
Pesan : Success is my right! Begitu slogan seorang motivator kondang tentang sebuah kesuksesan. Yah, kata-kata itu bukan bualan belaka, siapa pun berhak untuk sukses, apa pun latar belakangnya
Sumber : http://forum.detik.com
- See more at: http://kisahsukses.info/kisah-sukses-andri-aryansah-ado-merintis-usaha-merchandise.html#sthash.8bRBbWAh.dpuf

Kisah Sukses Andri Aryansah “Ado” Merintis Usaha Merchandise


Kisah Sukses Andri Aryansah "Ado" Merintis Usaha MerchandisePanggilan akrabnya Ado, nama lengkapnya Andri Aryansah, seorang lelaki yang hanya mengecap pendidikan SD ini berhasil menjadi usahawan sukses dengan omzet per bulan mencapai Rp 100 juta.
Semuanya dilalui dengan tidak menyenangkan. Ia masih ingat bagaimana harus sering memakai sandal jepit untuk sekolah jika musim hujan, sebab sepatu Ado hanya satu. Jika basah ia tak punya sepatu pengganti dan terpaksa mengenakan sandal.
Ia juga masih ingat dengan lekat bagaimana rasanya berjalan kaki ketika ke sekolah dan bermain, sementara teman-temannya bergembira naik sepeda. Itulah sedikit pengalaman pahitnya di masa kecil, dari sekian banyak pengalaman pahit yang dirasakannya.
Kesedihan Ado berujung ketika ia lulus SD pada 1999. Bapaknya yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan tak mampu membiayai lagi sekolahnya. Dengan terpaksa dia tidak melanjutkan jenjang SMP. Dua tahun kemudian, ia meninggalkan kota kelahirannya Garut menuju Bandung untuk mengadu nasib. Alasannya dia tak mau merepotkan orangtuanya.
Pekerjaan pertamanya di Bandung bukanlah pekerjaan yang membanggakan bagi seorang remaja sepertinya. Ia menjadi pembantu rumah tangga (PRT) di daerah Dipati Ukur, Bandung.
Pekerjaan itu dia lalui selama tiga tahun. Pada 2004 Ado “naik pangkat” dengan bekerja di Record Man, sebuah toko pakaian yang identik dengan musik cadas. Kejujuran dan kerja kerasnya membuat Ado dipromosikan hingga menjadi manajer toko tersebut. Setelah bekerja di Record Man selama 7 tahun, Ado memutuskan untuk keluar dari tempatnya bekerja. “Saya sih tidak mau terus-terusan kerja pada orang. Ingin punya usaha sendiri. Lagipula saya sudah punya pengalaman di bidang pakaian, jadi tahu seluk-beluk bisnisnya,” kata Aldo.
Bermodal tabungan sebesar Rp 2,5 juta ia mulai menyewa los di Plaza Parahyangan berukuran 3×3 dengan biaya sewa Rp 1,4 juta. Meski baru pertama menjalankan usaha, Ado mengaku yakin bahwa dia akan berhasil. Meski modal uangnya sedikit, Ado memiliki modal lain yang lebih penting dari uang yaitu pengalaman dan jaringan.
Ia punya pengalaman selama 7 tahun di industri ini dan ia punya jaringan pemasok maupun pelanggan. Ado menggandeng teman-temannya musisi musik metal untuk dibuatkan merchandise. Ado merupakan seorang pengemar musik cadas. Usaha merchandise tersebut ternyata membawa berkah bagi dirinya. Dalam waktu relatif singkat usahanya menanjak.
Sebagai pengusaha, Ado belajar melihat tren di pasaran. Ketika persaingan di bisnis merchandise band mulai ketat, Ado mencari ide lain. Dia pun kemudian melakukan diversifikasi desain kaos dengan membuat desain-desain bergaya Sunda. Tapi kaos bergaya metal tetap dia jalankan. Kejelian melihat peluang inilah yang membuat Ado bisa bertahan hingga sekarang. Perlahan tapi pasti, usahanya terus berkembang. Omzet yang awalnya jutaan berkembang menjadi belasan dan puluhan juta rupiah. Dan sekarang menurut Ado angkanya sudah menyentuh Rp 100 juta per bulan. Meski usahanya sudah maju dan omzetnya menggelembung, tapi Ado mengaku tetap hidup sederhana. Pengalaman di masa lalu mengajarinya untuk hidup sederhana. Kesabaran dan keuletan Ado terbayar sekarang ini.
Pesan : Success is my right! Begitu slogan seorang motivator kondang tentang sebuah kesuksesan. Yah, kata-kata itu bukan bualan belaka, siapa pun berhak untuk sukses, apa pun latar belakangnya
Sumber : http://forum.detik.com
- See more at: http://kisahsukses.info/kisah-sukses-andri-aryansah-ado-merintis-usaha-merchandise.html#sthash.8bRBbWAh.dpuf

Kisah Sukses Andri Aryansah “Ado” Merintis Usaha Merchandise


Kisah Sukses Andri Aryansah "Ado" Merintis Usaha MerchandisePanggilan akrabnya Ado, nama lengkapnya Andri Aryansah, seorang lelaki yang hanya mengecap pendidikan SD ini berhasil menjadi usahawan sukses dengan omzet per bulan mencapai Rp 100 juta.
Semuanya dilalui dengan tidak menyenangkan. Ia masih ingat bagaimana harus sering memakai sandal jepit untuk sekolah jika musim hujan, sebab sepatu Ado hanya satu. Jika basah ia tak punya sepatu pengganti dan terpaksa mengenakan sandal.
Ia juga masih ingat dengan lekat bagaimana rasanya berjalan kaki ketika ke sekolah dan bermain, sementara teman-temannya bergembira naik sepeda. Itulah sedikit pengalaman pahitnya di masa kecil, dari sekian banyak pengalaman pahit yang dirasakannya.
Kesedihan Ado berujung ketika ia lulus SD pada 1999. Bapaknya yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan tak mampu membiayai lagi sekolahnya. Dengan terpaksa dia tidak melanjutkan jenjang SMP. Dua tahun kemudian, ia meninggalkan kota kelahirannya Garut menuju Bandung untuk mengadu nasib. Alasannya dia tak mau merepotkan orangtuanya.
Pekerjaan pertamanya di Bandung bukanlah pekerjaan yang membanggakan bagi seorang remaja sepertinya. Ia menjadi pembantu rumah tangga (PRT) di daerah Dipati Ukur, Bandung.
Pekerjaan itu dia lalui selama tiga tahun. Pada 2004 Ado “naik pangkat” dengan bekerja di Record Man, sebuah toko pakaian yang identik dengan musik cadas. Kejujuran dan kerja kerasnya membuat Ado dipromosikan hingga menjadi manajer toko tersebut. Setelah bekerja di Record Man selama 7 tahun, Ado memutuskan untuk keluar dari tempatnya bekerja. “Saya sih tidak mau terus-terusan kerja pada orang. Ingin punya usaha sendiri. Lagipula saya sudah punya pengalaman di bidang pakaian, jadi tahu seluk-beluk bisnisnya,” kata Aldo.
Bermodal tabungan sebesar Rp 2,5 juta ia mulai menyewa los di Plaza Parahyangan berukuran 3×3 dengan biaya sewa Rp 1,4 juta. Meski baru pertama menjalankan usaha, Ado mengaku yakin bahwa dia akan berhasil. Meski modal uangnya sedikit, Ado memiliki modal lain yang lebih penting dari uang yaitu pengalaman dan jaringan.
Ia punya pengalaman selama 7 tahun di industri ini dan ia punya jaringan pemasok maupun pelanggan. Ado menggandeng teman-temannya musisi musik metal untuk dibuatkan merchandise. Ado merupakan seorang pengemar musik cadas. Usaha merchandise tersebut ternyata membawa berkah bagi dirinya. Dalam waktu relatif singkat usahanya menanjak.
Sebagai pengusaha, Ado belajar melihat tren di pasaran. Ketika persaingan di bisnis merchandise band mulai ketat, Ado mencari ide lain. Dia pun kemudian melakukan diversifikasi desain kaos dengan membuat desain-desain bergaya Sunda. Tapi kaos bergaya metal tetap dia jalankan. Kejelian melihat peluang inilah yang membuat Ado bisa bertahan hingga sekarang. Perlahan tapi pasti, usahanya terus berkembang. Omzet yang awalnya jutaan berkembang menjadi belasan dan puluhan juta rupiah. Dan sekarang menurut Ado angkanya sudah menyentuh Rp 100 juta per bulan. Meski usahanya sudah maju dan omzetnya menggelembung, tapi Ado mengaku tetap hidup sederhana. Pengalaman di masa lalu mengajarinya untuk hidup sederhana. Kesabaran dan keuletan Ado terbayar sekarang ini.
Pesan : Success is my right! Begitu slogan seorang motivator kondang tentang sebuah kesuksesan. Yah, kata-kata itu bukan bualan belaka, siapa pun berhak untuk sukses, apa pun latar belakangnya
Sumber : http://forum.detik.com
- See more at: http://kisahsukses.info/kisah-sukses-andri-aryansah-ado-merintis-usaha-merchandise.html#sthash.8bRBbWAh.dpuf

Kisah Sukses Andri Aryansah “Ado” Merintis Usaha Merchandise


Kisah Sukses Andri Aryansah "Ado" Merintis Usaha MerchandisePanggilan akrabnya Ado, nama lengkapnya Andri Aryansah, seorang lelaki yang hanya mengecap pendidikan SD ini berhasil menjadi usahawan sukses dengan omzet per bulan mencapai Rp 100 juta.
Semuanya dilalui dengan tidak menyenangkan. Ia masih ingat bagaimana harus sering memakai sandal jepit untuk sekolah jika musim hujan, sebab sepatu Ado hanya satu. Jika basah ia tak punya sepatu pengganti dan terpaksa mengenakan sandal.
Ia juga masih ingat dengan lekat bagaimana rasanya berjalan kaki ketika ke sekolah dan bermain, sementara teman-temannya bergembira naik sepeda. Itulah sedikit pengalaman pahitnya di masa kecil, dari sekian banyak pengalaman pahit yang dirasakannya.
Kesedihan Ado berujung ketika ia lulus SD pada 1999. Bapaknya yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan tak mampu membiayai lagi sekolahnya. Dengan terpaksa dia tidak melanjutkan jenjang SMP. Dua tahun kemudian, ia meninggalkan kota kelahirannya Garut menuju Bandung untuk mengadu nasib. Alasannya dia tak mau merepotkan orangtuanya.
Pekerjaan pertamanya di Bandung bukanlah pekerjaan yang membanggakan bagi seorang remaja sepertinya. Ia menjadi pembantu rumah tangga (PRT) di daerah Dipati Ukur, Bandung.
Pekerjaan itu dia lalui selama tiga tahun. Pada 2004 Ado “naik pangkat” dengan bekerja di Record Man, sebuah toko pakaian yang identik dengan musik cadas. Kejujuran dan kerja kerasnya membuat Ado dipromosikan hingga menjadi manajer toko tersebut. Setelah bekerja di Record Man selama 7 tahun, Ado memutuskan untuk keluar dari tempatnya bekerja. “Saya sih tidak mau terus-terusan kerja pada orang. Ingin punya usaha sendiri. Lagipula saya sudah punya pengalaman di bidang pakaian, jadi tahu seluk-beluk bisnisnya,” kata Aldo.
Bermodal tabungan sebesar Rp 2,5 juta ia mulai menyewa los di Plaza Parahyangan berukuran 3×3 dengan biaya sewa Rp 1,4 juta. Meski baru pertama menjalankan usaha, Ado mengaku yakin bahwa dia akan berhasil. Meski modal uangnya sedikit, Ado memiliki modal lain yang lebih penting dari uang yaitu pengalaman dan jaringan.
Ia punya pengalaman selama 7 tahun di industri ini dan ia punya jaringan pemasok maupun pelanggan. Ado menggandeng teman-temannya musisi musik metal untuk dibuatkan merchandise. Ado merupakan seorang pengemar musik cadas. Usaha merchandise tersebut ternyata membawa berkah bagi dirinya. Dalam waktu relatif singkat usahanya menanjak.
Sebagai pengusaha, Ado belajar melihat tren di pasaran. Ketika persaingan di bisnis merchandise band mulai ketat, Ado mencari ide lain. Dia pun kemudian melakukan diversifikasi desain kaos dengan membuat desain-desain bergaya Sunda. Tapi kaos bergaya metal tetap dia jalankan. Kejelian melihat peluang inilah yang membuat Ado bisa bertahan hingga sekarang. Perlahan tapi pasti, usahanya terus berkembang. Omzet yang awalnya jutaan berkembang menjadi belasan dan puluhan juta rupiah. Dan sekarang menurut Ado angkanya sudah menyentuh Rp 100 juta per bulan. Meski usahanya sudah maju dan omzetnya menggelembung, tapi Ado mengaku tetap hidup sederhana. Pengalaman di masa lalu mengajarinya untuk hidup sederhana. Kesabaran dan keuletan Ado terbayar sekarang ini.
Pesan : Success is my right! Begitu slogan seorang motivator kondang tentang sebuah kesuksesan. Yah, kata-kata itu bukan bualan belaka, siapa pun berhak untuk sukses, apa pun latar belakangnya
Sumber : http://forum.detik.com
- See more at: http://kisahsukses.info/kisah-sukses-andri-aryansah-ado-merintis-usaha-merchandise.html#sthash.8bRBbWAh.dpuf

No comments:

Post a Comment