Sejak
kecil sampai sebelum pergi ke Arab, saya tidak pernah bertemu Muslim,
mendengar suara adzan atau pun melihat masjid. Meskipun demikian saya
berkeyakinan bahwa Yesus bukan anak Tuhan. Pada usia 12 tahun saya sudah
berpikir tentang Tuhan. Umur 14, sudah mulai malas ke gereja.
Saya malas pergi ke sana karena tempat
itu tidak dapat menghilangkan dahaga saya tentang Tuhan. Saya bosan
setiap kali datang selalu disuguhi dengan banyak ucapan haleluya.
Padahal yang saya butuhkan adalah pencerahan siapa itu Tuhan dan
kejelasan misi hidup saya di dunia ini untuk apa.
Saya percaya adanya Tuhan dan mau masuk
surganya Tuhan. Tapi dari agama ini saya mencium something wrong karena
saya harus meyakini Yesus sebagai anak Tuhan. Untung saja nenek di rumah
sering banyak cerita tentang Tuhan, sehingga saya
lebih suka mendengarkan nenek. Selama saya belajar agama kepadanya, ia
tidak pernah bilang bahwa Yesus adalah anak Tuhan. Namun sebaliknya, di
gereja saya selalu disalahkan, karena tidak mau mengakui Yesus sebagai
anak Tuhan.
Kalau Yesus menjadi anak Tuhan, mengapa
Musa, Ibrahim dan Adam tidak menjadi anak Tuhan? Padahal, kalau mau,
justru Adamlah yang paling berhak menjadi anak Tuhan karena dia tidak
punya ibu dan bapak. Keyakinan saya bertambah setelah membaca kisah Musa
yang memaksa ingin melihat Tuhan.
Musa akhirnya dibolehkan melihat sedikit
cahaya Tuhan dari gunung granit yang sangat gelap. Baru saja
merefleksikan sedikit cahaya Tuhan, langsung gunung itu goyang-goyang
dan sangat menyilaukan, Musa pun pingsan. Berdasarkan kisah itu, kalau
benar Yesus anak Tuhan, pasti orang yang melihat Yesus bakal mati atau
pingsan. Ini kan tidak, berarti Yesus bukanlah anak Tuhan!
Hampir Nangis
Saya selalu berdoa agar saya diberi
petunjuk yang benar tentang Tuhan. Usai mengikuti wajib militer di
angkatan udara, saya ditawari menjadi maintenance pesawat pribadi Raja
Fadh di Jeddah, Arab Saudi. Saya tolak karena saya takut dibunuh orang
Islam. Lebih baik saya menganggur.
Saya tinggal di dalam mobil di ujung satu
dermaga di Hawaii. Setiap hari mancing. Bila dapat ikan, saya makan,
bila tidak saya kelaparan. Paling hanya minum dari kran air putih yang
ada di situ.
Enam bulan begitu terus. Pernah tiga
hari berturut-turut saya tidak makan sama sekali, hanya minum saja
karena tidak dapat ikan. Tapi saya tidak mau bunuh diri. Saya menangis,
memohon, agar Tuhan memberikan jalan keluar.
Namun tawaran tersebut datang lagi. Saya
mengira Tuhan telah marah kepada saya. Karena saya tidak mendapatkan
pekerjaan lain, malah disuruh ke Arab. Akhirnya teman memberikan saran
kepada saya untuk menerima tawaran itu. Saya pun berangkat ke sana.
Di Jeddah saya melihat kejadian-kejadian
yang sangat luar biasa, yang sangat berbeda dengan bayangan saya
sebelumnya. Ternyata orang Islam begitu taat kepada Tuhannya dan baik
kepada saya. Ketika mendengar adzan mereka langsung meninggalkan
aktivitasnya untuk segera shalat.
Begitu juga ketika saya ke toko emas.
Saya dengar adzan. Pintu toko emas terbuka. Padahal di toko tersebut
tidak ada orang. Siapa pun yang berniat mencuri emas, akan sangat mudah
mengambilnya. Tapi kok ini dibiarkan? Saya berdiri saja di depan toko
itu menunggu penjual emas muncul.
Setelah adzan, jalanan mendadak sepi dari
lalu lalang manusia. Penjaga keamanan tidak ada. Paling sekali-kali
saya melihat polisi menegur beberapa orang yang sedang lewat untuk
segera shalat.
Tak lama kemudian, pemilik toko itu
datang dan berkata “Mengapa tidak masuk?” Saya jawab, “Tidak mau”.
“Kenapa tidak mau?” tanyanya. “Saya takut disangka maling, nanti tangan
saya dipotong,” jawab saya karena setahu saya orang yang mencuri
tangannya akan dipotong. Biasanya orang bule yang datang ke Jeddah
diundang untuk menyaksikan pemotongan tangan bagi pencuri setiap Jum’at
siang.
“Masuk saja, karena semua ini adalah
Allah yang punya, bukan punya saya,” kata pemilik toko itu. “Apa pun,
kamu perlu, ambil! Mungkin kamu lebih membutuhkan itu daripada saya?”
lanjutnya. Ia mengatakan bahwa semua itu milik Allah dan akan kembali
kepada Allah.
Saya terharu dan mau menangis mendengar
ucapan yang tulus itu. Saya sangat ingin punya iman seperti itu. Dengar
adzan dia shalat. Orang mau mengambil atau tidak mengambil hartanya,
dia tidak ada masalah. Yang penting ketika Allah menyuruh shalat dia
berangkat shalat dan semua hartanya itu dia pasrahkan kepada Allah.
Masuk Akal
Peristiwa itu membuat saya jadi tertarik
untuk mengetahui agama Islam lebih lanjut. Saya jadi banyak diskusi
tentang Islam. Termasuk dengan Ahmad, salah seorang anggota Angkatan
Udara Arab Saudi. Saya diberinya Alquran dengan terjemah bahasa Inggris.
Ia tunjukkan ayat yang menyatakan Isa
anak Maryam adalah hamba dan utusan Allah, bukan anak Allah. Ahmad
menyebut Isa itu adalah nama lain dari Yesus, sedangkan Maryam sebutan
lain dari Bunda Maria.
Kurang lebih tiga ayat saya baca. Saya
tidak kuat lagi meneruskan membacanya, karena saya mau menangis. Saya
tidak mau menangis di depan orang. Saya sangat yakin, inilah jawaban
dari Tuhan. Rupanya saya disuruh ke Jeddah itu bukan karena Tuhan marah,
tapi karena Tuhan mengabulkan doa saya.
Kemudian temannya Ahmad, yang bernama
Rosyid datang ke rumah. Dia memberi tahu bahwa di salah satu masjid di
Jeddah malam itu dimulai lagi sekolah Islam yang menggunakan bahasa
Inggris.
“Kalau kamu ingin tahu lebih banyak
tentang Islam datanglah ke masjid tersebut, nanti saya antar,” kata
Rosyid. Di sekolah itu terjadilah diskusi. Hati saya berdecak kagum.
Luar biasa, pintar sekali guru ini. Semua yang dia katakan masuk akal.
Argumennya begitu spiritually and lightening.
Dia mengatakan bahwa Tuhan itu satu bukan
tiga, semua adalah ciptaan Tuhan dan bergantung kepada Tuhan. Tuhan
tidak beranak tidak pula punya orangtua. Tidak ada yang dapat menyerupai
Tuhan. Serta manusia hidup di dunia ini untuk mengabdi kepada Tuhan
saja. Belum satu jam pun diskusi, sebenarnya hati saya sudah menerima
Islam. Hanya saja saya belum mau menyatakan pada guru.
Malam itu saya tidak bisa tidur. Terus
merenungkan ucapan guru. Akhirnya di hari ketiga saya putuskan masuk
Islam. Saya ucapkan dua kalimat syahadat. Setelah itu guru berdiri dan
cium pipi kanan kiri saya. Guru mengajak semua orang yang ada di situ
antre untuk cipika-cipiki saya. Saya kaget mendapat perlakuan itu.
Kemudian saya mengerti bahwa itu adalah ungkapan senang luar biasa dari
sesama Muslim.[ joko prasetyo]
No comments:
Post a Comment