Apa
perasaan Anda jika tertawan dan ditangkap musuh? Mungkin susah untuk
membayangkan nasib Anda akan berakhir pada sebuah kebahagiaan. Apalagi,
jika menghadapi tuduhan sebagai mata-mata, penyusup, dan lain
sebagainya.
Namun, tidak demikian dengan yang dirasakan Yvonne Ridley,
seorang wartawati Inggris. Perempuan paruh baya ini justru mengaku
bahagia setelah ditangkap dan diinterogasi pasukan Taliban yang oleh
media massa Amerika Serikat (AS), digambarkan sebagai kelompok Islam
garis keras dan kejam.
Pengalaman Ridley di Afganistan saat
ditangkap pasukan Taliban, justru membuatnya mengenal Islam lebih dalam.
Dan, dengan bersentuhan langsung dengan kelompok Taliban, Ridley
merasakan perbedaan dengan tuduhan yang dilontarkan. Ridley menyebut
kelompok yang oleh banyak negara dicap sebagai teroris ini sebagai
keluarga terbesar dan terbaik di dunia.
Dikisahkan, mantan guru sekolah Minggu yang juga mantan peminum (gemar mabuk) itu masuk Islam setelah membaca Alquran seusai dilepas oleh Taliban.Bekerja sebagai wartawan Sunday Express
, surat kabar terbitan Inggris, pada September 2001 lalu, Ridley
diselundupkan dari Pakistan ke perbatasan Afganistan untuk melakukan
tugas jurnalistik. Saat itu, perempuan kelahiran Stanley, Distrik
Durham, Inggris, tahun 1959 ini mencoba menyusup ke Afganistan secara
ilegal. Tanpa paspor maupun visa.
Seperti dilansir dalam banyak pemberitaan
di media massa, wartawati Inggris yang sudah kerap ditugaskan ke
daerah-daerah konflik di dunia ini, tertangkap basah di sebelah timur
Kota Jalalabad. Penyamarannya terungkap ketika ia jatuh dari seekor
keledai persis di depan seorang tentara Taliban dan kameranya jatuh.
Saat ditangkap, Ridley terlihat mengenakan burqa , sejenis busana Muslimah tradisional Afganistan.
Yang ada di benaknya ketika tentara itu
dengan marah mendatanginya adalah rasa takjub. ”Luar biasa tampan. Bola
matanya hijau, khas bola mata dari daerah itu dan dengan jenggot yang
tebal,” batinnya.Tak berselang
lama, ketakutan mulai merayapinya. Ridley diinterogasi selama 10 hari
tanpa diperbolehkan menggunakan telepon (ponsel) ataupun menghubungi
anak perempuannya yang sedang berulang tahun ke-9.
Selama menjalani proses interogasi,
Ridley mengaku tidak menyetujui apa yang dilakukan oleh kaum Taliban
ataupun apa yang mereka percaya sebagai kebenaran. Awalnya, bagi Ridley,
Taliban sama seperti yang digambarkan media massa Eropa tentang
kelompok Islam ini.
Namun, perlakuan yang diterima Ridley
selama menjalani masa penahanan dan interogasi justru mengubah semua
pandangannya mengenai orang-orang Taliban. Menurutnya, anggapan umum
kaum Taliban yang selama ini digambarkan sebagai monster sangat jauh
dari realitas. ”Orang-orang Taliban adalah orang-orang yang baik dan mereka sangat ramah,” ujarnya.
Dalam acara keterangan pers yang digelar
di Peshawar, Pakistan, seusai pembebasannya, Ridley menuturkan bahwa
selama dirinya ditahan, secara fisik ia tak pernah diperlakukan dengan
buruk oleh Taliban. Bahkan, perlakuan yang diterimanya tergolong cukup
istimewa dibandingkan pesakitan para penghuni penjara lainnya.
Di dalam tahanan, Ridley dipisahkan
dengan penghuni lainnya, termasuk para tahanan wanita. Selain itu,
secara khusus, ruang tahanannya telah dibersihkan dari segala gangguan
kecoa dan kalajengking. Berbeda dengan sel di sebelahnya, kamar di balik
terali itu tetap kotor seperti biasanya, kata Ridley.
Atas pengakuan Ridley ini, banyak pihak yang mengatakan ibu dari seorang putri bernama Daisy ini terkena Sindrom Stockholm
, di mana sandera malah kemudian memihak penyandera. Tetapi, ia
membantahnya, ”Saya membenci mereka yang menangkap saya. Saya meludahi
mereka, kasar terhadap mereka dan menolak makan. Saya tertarik Islam
hanya ketika saya sudah bebas,” katanya menegaskan.
Kagum dengan Alquran
Dalam sebuah wawancara kepada situs Islamonline
beberapa waktu lalu, Ridley mengungkapkan saat menjadi tawanan Taliban,
seorang ulama mendatangi dirinya. Sang ulama menanyakan beberapa
pertanyaan tentang agama dan menanyakan apakah ia mau pindah agama.
”Saat itu, saya takut kalau saya salah
memberikan respons, saya akan dibunuh. Setelah berpikir masak-masak,
saya berterima kasih pada ulama tadi atas tawarannya yang baik itu. Dan,
saya bilang bahwa sulit bagi saya membuat keputusan untuk mengubah
hidup saya saat sedang menjadi tawanan,” paparnya.
Kepada sang ulama, Ridley berjanji akan
mempelajari agama Islam setelah dibebaskan dan kembali ke London. Begitu
kembali ke Inggris, Ridley membaca Alquran melalui terjemahannya untuk
mencoba memahami pengalaman yang baru dilewatinya.”Saya luluh dengan apa
yang saya baca. Tak ada satu pun yang berubah dari isi buku ini, baik
titiknya maupun yang lain sejak 1.400 tahun yang lalu,” ungkapnya.
Dalam mempelajari Islam, Ridley memilih
surat-surat dalam Alquran hanya yang ingin ia baca. Ia sangat mengagumi
hak-hak yang diberikan Islam pada kaum perempuan dan inilah yang paling
membuat dirinya tertarik pada Islam. Dalam buku yang ia tulis setelah
pembebasannya, Ridley menceritakan bahwa dirinya juga sempat menemui Dr Zaki Badawi, ketua Islamic Centre London, dan berdiskusi dengannya seputar ajaran Islam.
Dari sinilah kemudian Ridley memutuskan
untuk memilih Islam sebagai keyakinan barunya. Proses keislaman Ridley
ini terjadi pada tahun 2003 silam. Mengenai pilihannya ini, Ridley
mengungkapkan bahwa dirinya telah bergabung dengan apa yang ia anggap
sebagai keluarga terbesar dan terbaik yang ada di dunia ini.
Bagaimana reaksi orang tuanya yang
beragama Protestan Anglikan saat Ridley masuk Islam? ”Pada awalnya,
keluarga dan teman saya khawatir, tetapi ketika mereka melihat bagaimana
bahagianya saya. Saya lebih sehat dan merasa hidup saya lebih punya
arti, mereka sangat senang,” papar Ridley.
Kebahagiaan, ungkap Ridley, terutama
dirasakan sang ibu ketika ia memeluk Islam. Kebahagiaan tersebut
disebabkan semenjak menjadi seorang Muslimah, Ridley memutuskan untuk
meninggalkan kebiasaannya minum minuman keras. ”Ibu saya sangat gembira,
karena saya sudah tak minum lagi.”
Setelah memeluk Islam, Ridley memutuskan
untuk mengenakan baju Muslim dan jilbab. Ia pun hingga kini masih
menjalankan profesinya sebagai seorang wartawan. Dedikasi Ridley sebagai
wartawan memang tak diragukan lagi. Muslimah ini pernah bekerja pada
sederet media bergengsi, seperti News of the World, The Daily Mirror, The Sunday Times, The Observer, The Independent, dan Sunday Express.
Redaktur Sunday Express ,
Martin Townsend, pernah mengungkapkan komentarnya mengenai Ridley, ”Dia
adalah seorang jurnalis yang sangat berpengalaman dan berani.” Sementara
itu, Colin Patterson, wakil redaktur dari Sunday Sun, menyebutnya sebagai pribadi yang hangat dan suka bersahabat.
Pascatragedi Lockerbie sembilan tahun
lalu, Ridley adalah wartawan pertama yang berhasil mewawancarai Ahmad
Jibril, pemimpin populer Front for the Liberation of Palestina (Front
Rakyat untuk Pembebasan Palestina). dia/berbagai sumber
No comments:
Post a Comment